JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani berbeda sikap dengan Presiden Jokowi. Ia justeru meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tidak buru-buru menerapkan kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN).

Menurutnya, kebijakan penghapusan UN tidak boleh sampai merugikan siswa dan orang tuanya serta mengabaikan peningkatan kualitas guru Indonesia.

"Jangan terburu-buru, kita lihat, dan jangan sampai merugikan anak murid, kemudian siswa juga orang tuanya, dan yang pasti kualitas guru itu yang harus ditingkatkan," kata Puan kepada wartawan usai acara silaturahmi Pimpinan DPR dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, Jumat (13/12/2019) di Ancol, Jakarta.

Politikus PDI Perjuangan itu meminta Nadiem menjelaskan lebih rinci terkait kebijakan penghapusan UN kepada publik. Kata Puan, publik belum bisa memahami secara utuh kebijakan penghapusan UN karena baru berdasarkan informasi yang disiarkan lewat media massa.

Puan Maharani saat bersilaturahmi dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Ancol.

"Saya minta atau saya harapkan dari Nadiem itu bisa menjelaskan sebenarnya apa yang kemudian menjadi pemikiran beliau terkait dengan UN ini," ujarnya.

Dia juga mengaku masih memiliki sejumlah pertanyaan terkait kebijakan penghapusan UN yang akan diambil Nadiem. Salah satunya adalah pertanyaan soal dasar nilai yang akan digunakan oleh siswa dalam melanjutkan pendidikan dari tingkat SMA ke perguruan tinggi.

"Yang harus kita lihat atau kita tanyakan kepada Mendikbud itu apa kriterianya untuk kelulusan anak di SMA atau SMP atau SD. Dari tingkatan itu kalau enggak ada UN kemudian kalau mau masuk ke perguruan tinggi itu kita akan menggunakan apa?" kata mantan Menteri Koordinator bidang Pembagunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu.

Ia berharap Nadiem Makarim melakukan kajian mendalam untuk mengganti sistem UN. Selain itu, Puan ingin Nadiem menyosialisasikan ujian pengganti UN itu dengan baik kepada publik.

Nadiem diketahui menggagas asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai pengganti UN di 2021. "Ini kan masih akan dilakukan tahun 2021, jadi masih ada waktu untuk mengkaji atau menelaah terkait pemikiran Mendikbud itu," ujarnya.

Puan Maharani saat bersilaturahmi dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Ancol.

Selanjutnya, Puan mendorong Nadiem turut memperhatikan peningkatan kualitas para guru. "Yang pasti kualitas guru itu yang harus ditingkatkan," kata dia.

Mengenai asesmen kompetensi minimum dan survei karakter, Nadiem telah menjelaskannya dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR. Ada tiga alasan mengapa UN perlu diganti dengan asesmen kompetensi minimum.

Nadiem menyebut UN terlalu fokus pada kemampuan menghafal dan membebani siswa, orang tua, dan guru.

Selain itu, UN juga dianggap tidak menyentuh kemampuan kognitif dan karakter siswa.

"Untuk menilai aspek kognitif pun belum mantap. Karena bukan kognitif yang dites. Tapi aspek memori. Memori dan kognitif adalah dua hal yang berbeda. Bahkan tidak menyentuh karakter, values dari anak tersebut yang saya bilang bahkan sama penting atau lebih penting dari kemampuan kognitif," kata Nadiem di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12).***