AKHIR-AKHIR ini tak ada hari tanpa berita kriminal dan kezaliman di media. Pembunuhan, korupsi, penganiayaan, pemerkosaan, tawuran dan narkoba, sudah menjadi berita harian saja.

Para pelakunya hampir dari semua kalangan, dari yang tak terdidik sampai ke intelektual (guru, dosen, pendakwah, kiyai, haji, anggota eksekutif, legislatif maupun yudikatif).

Di sisi lain yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yaitu lembaga-lembaga pendidikan, baik umum maupun keagamaan, alhamdulillah tumbuh bak jamur.

Tahun 2018 jumlah perguruan tinggi sebanyak 3.600, 97% PTS sisanya 3 % negeri (data APTISI). Dari segi jumlah cukup memadai namun dari segi mutu masih jauh tertinggal.

Survey Perguruan Tinggi menyebutkan, tak ada satu pun dari 100 PTN di Indonesia yang masuk deretan 400 Perguruan Tinggi terbaik dunia kecuali UI, ITB dan Gajah Mada.

Berikut komentar pakar tentang dunia pendidikan; Muahammad Nuh, mantan Menteri Pendidikan menyebutkan: “Sesempurna apapun kurikulum, jika kualitas guru dan dosen rendah serta sarana kurang memadai, jangan diharap output-nya akan berkualitas''.

Yusuf Kalla, mantan Wapres mengatakan: ''Mutu lulusan SLTP dan SLTA tahun 1950 dan 1960-an, jauh lebih baik dari lulusan sekarang. Dulu, gurunya betul-betul pendidik dan muridnya belajar dengan sungguh-sungguh”.

Saya tak merinci satu persatu masalah dunia pendidikan maupun pesantren, karena semua sudah viral dan tak rahasia lagi. Hanya saja kita risau para pelaku kezaliman tersebut adalah orang-orang beragama, malah ada yang tokoh-tokoh agama. Sering mengikuti ceramah-ceramah agama, rajin shalat ke masjid, berpredikat haji, berpenampilan agamis dan seterusnya.

Logika dan akal sehat mengatakan, pasti ada yang salah, karena tak cocok antara keinginan dan kenyataan. Keinginan: Dunia pendidikan dapat melahirkan dan mencetak SDM berkualitas dan unggul (berilmu, terampil dan berakhlak mulia). Kenyataan seperti yang kita sebut di atas, tak ada hari tanpa berita kriminal.

Pertanyaannya, apakah ini yang dimaksud dengan kegagalan dunia pendidikan dan dakwah? Mari kita jawab masing-masing dengan jujur.

Menurut saya jawabannya benar dan setuju. Penyebab utamanya adalah: Gagal paham terhadap ajaran Islam. Islam yang begitu lengkap namun masih banyak masyarakat menganggap ajaran Islam itu hanya ritual-ritual seperti shalat, puasa, zikir, doa dan seterusnya. Yang penting shalat maka selesailah semua.

Akhirnya, ber-Islam hanya formalitas sekaligus rutinitas saja. Sedangkan esensial ajaran itu tak tersentuh.

Tujuan ber-Islam adalah agar kehidupan umat manusia berlangsung aman, damai, tertib yang dibungkus tauhid dan akhlakul karimah. Jika diamalkan dengan baik dan benar diyakini bahagia di dunia dan akhirat dapat dinikmati.

Kita tak boleh lupa, bahwa tak ada agama di dunia kecuali Islam yang ajaran pertamanya berilmu. Kita tak boleh lupa bahwa ajaran Islam lengkap dan sempurna, tak ada yang luput. Kita tak boleh lupa, bahwa tugas pokok Rasulullah adalah memperbaiki sekalian menyempurnakan akhlak umat manusia.

Oleh sebab itu, mari kita berusaha terus untuk menjadikan Islam panduan hidup kita. Dengan demikian diyakini segala aspek kehidupan dunia pendidikan akan baik, maju dan terukur.

Wallahu a’lam.***

Drs. H. Iqbali Ali, MM adalah Ketua Dewan Penasihat IKMR Provinsi Riau dan mubalig IKMI.