JAKARTA - Dalam laporannya, Oceans Asia, memperkirakan ada sekitar 1,56 miliar limbah masker yang mencemari laut sepanjang tahun 2020. Organisasi non-profit di bidang konservasi kelautan tersebut menyatakan, limbah masker membutuhkan waktu sekitar 450 tahun untuk dapat terurai.

Meledaknya angka timbulan limbah masker ini, tak terlepas dari dampak pandemi covid-19 yang berlangsung selama hampir dua tahun belakangan dan bahkan saat ini masih berlangsung.

Pada Maret 2021, sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Frontiers of Environmental Science and Engineering menyebutkan, masyarakat dunia menggunakan 129 miliar masker setiap bulannya. Dengan kata lain, ada potensi timbulan limbah masker sebanyak 2,8 juta per menit.

Limbah masker termasuk kedalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) infeksius. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melaporkan, hingga Juli 2021, setidaknya ada 18.460 ton limbah medis B3 yang terkumpul sepanjang pandemi Covid-19 di Indonesia, yang termasuk diantaranya limbah masker.

Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan potensi penyebaran virus dari limbah masker, tim mahasiswa Unversitas Pertamina merancang inovasi purwarupa 'Smart Mask Bin'. Tempat sampah pintar ini dilengkapi teknologi untuk mengolah sampah khusus masker medis.

“Di bagian tutup tempat sampah, kami menempelkan NIR Sensor. Chip pada sensor telah diisi oleh data kandungan kimia dari berbagai jenis masker. Sehingga, tutup tempat sampah hanya terbuka ketika jenis masker medis yang akan dibuang,” ungkap salah satu anggota tim, Khansa Dzahabiyya Wahyuddin.

Khansa melanjutkan, ide inovasi ini muncul didasarkan kekhawatirannya akan timbulan limbah dan potensi daur ulang limbah masker medis yang tak semestinya.

“Banyak masyarakat yang masih membuang masker medis bekas pakai dengan sembarangan. Ada juga oknum yang bahkan memungut limbah masker medis untuk dijual kembali. Padahal limbah masker medis termasuk kategori hazardous waste yang harus diolah secara khusus supaya tidak menyebarkan penyakit,” ujar Khansa.

Disampaikan Kementerian Kesehatan, pengolahan limbah masker medis membutuhkan perlakuan khusus sebelum dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Setelah dilakukan penyemprotan disinfektan, masker medis harus dirusak untuk meminimalisir penggunaan berulang. Dengan adanya Smart Mask Bin, Khansa dan tim berharap dapat memudahkan masyarakat dalam mengolah limbah masker medis.

“Jika limbah masker medis telah terakumulasi dengan ketinggian tumpukan mencapai 15 cm, pisau pada tempat sampah akan secara otomatis berputar dan menghancurkan limbah. Setelah itu, limbah masker medis akan secara otomatis jatuh ke bagian bawah dan disemprot dengan disinfektan untuk membunuh berbagai patogen dalam limbah. Cacahan limbah yang telah didisinfeksi akan tersimpan dalam storage box utuk selanjutnya dibuang,” tutur Khansa.

Purwarupa tempat sampah pintar karya Khansa dan tim meraih juara ke-2 di ajang Java Business Competition 2021 yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Telkom pada September 2021 lalu. Khansa dan tim berharap, purwarupa ini tak hanya sampai di ajang perlombaan saja.

"Kedepan, tim akan mencari peluang kerjasama baik dengan pihak internal maupun eksternal universitas untuk mengembangkan purwarupa menjadi produk unggulan karya anak bangsa," pungkasnya mengakhiri sesi wawancara.

Bagi siswa siswi SMA yang ingin mempelajari tentang pengolahan limbah dan ilmu terkait lingkungan lainnya, dapat menjadikan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina sebagai pilihan untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Selain Teknik Lingkungan, Universitas Pertamina juga memiliki 14 Program Studi lain yang fokus pada pengembangan bisnis dan teknologi energi baik dari rumpun sains dan teknik, maupun rumpun sosial dan humaniora. Universitas Pertamina juga memberikan beragam beasiswa yang informasinya dapat diakses di alamat https://universitaspertamina.ac.id/ ***