JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menangkap lima pelaku pinjaman online (pinjol) ilegal Rp Cepat. Wadirtipideksus Kombes Whisnu Hermawan Februanto mengungkapkan para pelaku yang tertangkap terus berpindah-pindah, sementara dua pelaku lainnya masih DPO.

"Aplikasi Rp Cepat ini tidak ada izinnya. Secara legalitas, perusahaan ini tidak ada izinnya. Ternyata, para tersangka ini berpindah-pindah, dan terakhir berpindah ke Jakarta Barat. Terungkaplah bahwa perusahaan ini mengontrak di sebuah rumah. Lima tersangka dan masih ada dua lagi DPO yang diduga adalah warga negara asing (WNA)," ujar Whisnu dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Kamis (17/6/2021).

Adapun kelima tersangka yang sudah berhasil ditangkap berinisial EDP, BT, ACJ, SS, dan MRK. Sementara dua orang lainnya yang merupakan WNA berinisial XW dan GK. Pencekalan telah diajukan ke Ditjen Imigrasi.

Kasus ini bermula ketika pelapor meminjam uang ke Rp Cepat sebesar Rp 1,7 juta. Rp Cepat menyetujui Rp 500 ribu, sementara uang yang diterima pelapor hanya Rp 295 ribu.

Berdasarkan promosi dari Rp Cepat, peminjam memiliki waktu 91-100 hari untuk mengembalikan pinjaman. Nyatanya, pelapor yang juga peminjam ini sudah ditagih dengan suku bunga mencapai 41% walau baru 10 hari meminjam.

Whisnu menjelaskan, beberapa korban juga kena 'bully' oleh Rp Cepat dengan berbagai macam teror untuk mengembalikan uang. Bahkan ada yang sampai diancam disebar foto vulgarnya. Hal tersebut terjadi lantaran Rp Cepat juga mencuri data pribadi peminjam.

"Ada beberapa korban yang hanya meminjam uang beberapa ribu saja. Kemudian diteror dengan foto-foto yang vulgar dengan menginformasikan ke teman-temannya, keluarganya. Bahkan sampai ada yang stres akibat pem-bully-an oleh pinjaman yang tidak benar ini," ujarnya.

Sementara itu, Kasubdit V Dittipideksus Kombes Ma'mun membeberkan bagaimana cara para pelaku pinjol Rp Cepat mendapat data pribadi peminjam. Salah satunya dengan melakukan hacking.

"Cara pertama, dia ngambil nomor yang sudah tidak aktif tadi atau nomor orang di-hack diambil datanya. Yang kedua, yang tadi daftar online. Begitu dia daftar, cepat-cepat aplikasi kerja nyedot. Nyedotnya ini diambil ke dalam laptopnya, lalu dia akan menulis SMS. SMS-nya pun mereka-mereka ini nggak ngerti isinya. Semua sudah dari pengendali yang dua orang diduga Tiongkok itu. Itu masuk melalui laptop, masuk dia," imbuh Ma'mun.

Akibat perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 30 juncto Pasal 46 dan/atau Pasal 32 juncto Pasal 48 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 atau Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.***