INHU - Organisasi sayap PDIP, yakni Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Kabupaten Indragiri Hulu, memastikan siap berjuang bersama petani di Kecamatan Lirik, Redang Seko.

Hal tersebut disampaikan Ketua DPC Repdem Inhu, Bobi Saputra, menyatakan siap berjuang bersama para petani yang lahannya dirampas perusahaan mengatasnamakan koperasi.

"Kami sudah berkoordinasi dengan Biro Advokasi Rakyat (BARA) Repdem Provinsi Riau dan kami diperintahkan untuk turun untuk terlibat aktif berjuang bersama kawan-kawan petani di Redang Seko yang lahannya dirampas perusahaan mengatasnamakan koperasi," kata Bobi didampingi Sekretaris DPC Repdem Inhu, Sandi, Kamis malam, (23/12/2021).

Dalam waktu dekat, kata Bobi, pihaknya akan mengirimkan langsung kader-kadernya untuk menginventarisir permasalahan yang dihadapi para petani tersebut.

Setelah data terkumpul, barulah DPC Repdem Inhu akan melakukan koordinasi dengan PDI Perjuangan dan BARA Repdem Provinsi Riau.

"Ini semua bentuk pembelaan Repdem kepada kaum tertindas dan perintah PDI Perjuangan selaku induk organisasi Repdem untuk selalu membela kaum tertindas," tegas Bobi.  

Sebelumnya diberitakan, sejumlah petani sawit di Desa Redang Seko, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, mengaku telah dibohongi oleh ketua koperasi mereka.

Dimana, sudah bertahun-tahun sertifikat tanah para petani tak kunjung diberikan. Meskipun, petani telah mengeluarkan biaya untuk pengurusan sertifikat tanah tersebut.

Sebagaimana diungkapkan Miswadi 43 tahun, salah satu petani Redang Seko. Dia bersama sejumlah petani lainnya juga  telah membuat pengaduan ke Polda Riau dua hari lalu, Senin (20/12/2021).

"Kami membuat pengaduan ke Polda Riau, karena sertifikat tanah tak dikasih sama pengurus koperasi, kami merasa dibohongi. Kami juga akan laporkan ketua koperasi dan pengurus lainnya," kata Miswadi saat diwawancarai Kompas.com.

Ia menceritakan, dulu tanah ladang petani yang luasnya sekitar 2.000 hektar dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Kemudian dibentuk kelompok tani yang tergabung dalam koperasi sawit. Koperasi bermitra dengan sebuah perusahaan.

"Lahan dibangun dengan pola KKPA melalui kredit jangka panjang dari bank," kata Miswadi. Lalu, dia menyatakan pada tahun 2012 lahan perkebunan itu dikonversi. Masing-masing petani mendapat 2 hektar.

Saat itu, pengurus koperasi berjanji akan membuatkan sertifikat tanah petani sebagai bukti kepemilikan. "Kami petani di Redang Seko ada 487 orang. Kami sudah bayar semuanya sekitar Rp 80 juta untuk pembuatan sertifikat tanah. Tapi, sampai sekarang tidak kami terima sertifikat itu," kata Miswadi.

Selain itu, banyaknya pemotongan biaya pengurusan perkebunan menjadi keluhan para petani. Menurut Miswadi, pemotongan tiap bulan lebih dari Rp 400 juta.

"Kata mereka (ketua koperasi) biaya untuk pengurus, biaya bongkar muat dan lainnya. Sekarang ini, lahan kami sudah dijadikan monopoli sama ketua koperasi. Kami merasa dirugikan," kata Miswadi.

Petani lainnya, Bujang (53) menambahkan, hasil perkebunan saat ini dikuasai oleh sekelompok orang. "Yang jelas perbuatan ketua koperasi merugikan petani. Kami dizolimi, sertifikat tanah kami tak dikasih, padahal sudah dibayar," kata Bujang. Ia berharap, pihak kepolisian membantu para petani agar dapat mengungkap dugaan penipuan yang dilakukan pengurus koperasi. ***