PEKANBARU - Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, yang mengatakan Sayuti Munte, melakukan pengerusakan mobil dinas Ditlantas Polda Riau secara bersama-sama, dan tuntut 3,6 tahun dibantah.

Bantahan itu disampaikan oleh Kuasa Hukum Sayuti Munte, Rian Sibarani SH, Noval Setiawan, SH, dan Christian Hutasoit, SH yang tergabung dalam Tim Penasehat Hukum LBH Pekanbaru, pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (23/2/2021) pada pukul 14.00 WIB.

Pantauan GoRiau di lapangan, tampak sidang dengan agenda pledoi atau pembelaan itu, turut dihadiri para mahasiswa yang ikut mengawal proses hukum yang menimpa salah satu mahasiswa, bernama Sayuti Munte itu.

Sayuti didakwa ikut melakukan pengerusakan mobil milik Ditlantas Polda Riau, didepan Hotel Tjokro itu, bersama-sama dengan ribuan mahasiswa lainnya, yang sedang menggelar aksi demonstrasi penolakan Undang-undang Omnibus Law.

Sidang dengan agenda pledoi itu, dipimpin oleh Hakim Mahyudin didampingi Iwan Irawan dan Basman sebagai hakim anggota. Sidang dilakukan secara virtual. Majelis Hakim, dan Penasehat Hukum berada di Pengadilan Negeri Pekanbaru, sedangkan terdakwa Sayuti Munte, dan JPU di Kejati Riau.

Dalam pembelaannya, penasehat hukum membantah dakwaan JPU yang menyangkakan Sayuti dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP, tentang pengerusakan yang dilakukan secara bersama-sama. "Dakwaan pertama dan kedua, penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim berkenan memutus bebas terdakwa sayuti munthe dari segala tuntutan hukum (vrijspraak)," ujar Noval Setiawan.

Bukan tanpa dasar, karena dalam fakta persidangan didapati bahwa terdakwa Sayuti Munte tidak saling mengenal dengan para pelaku perusakan mobil PJR Polda Riau saat kejadian berlangsung. Bahwa terdakwa melakukan pelemparan didasari spontanitas karena terdesak oleh tindakan polisi yang menembakkan gas air mata ke arah keramaian setinggi kepala.

"Terdakwa Sayuti Munthe yang didakwa bersama terdakwa Guntur dalam berkas terpisah tidak saling mengenal, baik sebelum kejadian maupun saat kejadian pengrusakan mobil PJR Polda Riau berlangsung. Sehingga dapat disimpulkan persekongkolan tidak pernah terjadi antara terdakwa Sayuti Munthe maupun terdakwa Guntur, atau 20 orang lainnya yang belum tertangkap sampai saat ini. Oleh karena itu unsur secara bersama-sama tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," tegas Noval.

Oleh karena itu, penasehat hukum meminta agar majelis hakim mempertimbangkan tuntutan JPU, dan meminta Sayuti Munte dibebaskan.

Melihat dari kejadian yang hampir serupa pasca aksi penolakan Omnibuslaw hampir di seluruh daerah di Indonesia, mengalami banyaknya kerusakan fasilitas Umum hingga menyebabkan para demonstran sampai kemeja hijau.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Palembang dengan nomor perkara : 1873/Pid.B/2020/PN.PLG terdakwa dalam perkara tersebut juga berstatus sama dengan terdakwa Sayuti Munthe yang juga sedang dalam masa studi perkuliahan, dihukum dengan pidana penjara selama 10 Bulan dan dijatuhi pidana percobaan 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

"Terdakwa Sayuti Munthe juga mohon kepada majelis hakim untuk dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Sayuti munthe mangatakan menyesal telah melakukan perbuatan dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulanginya lagi. Ia juga meminta hakim untuk mempertimbangkan masa studi perkuliahan yang sedang dijalani oleh Sayuti Munte," tutupnya. ***