JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki menyarankan pemerintah tidak mengubah awal Tahun Ajaran Baru 2020-2021 pendidikan di bulan Juli, menjadi awal tahun atau Januari 2021.

Beberapa argumen disampaikan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini terkait sarannya tersebut. "Saya punya kekhawatirkan nanti setelah terlanjur ditunda ke Januari, eh pada Januari itu kondisinya juga masih begini-begini saja. Masih rumit," kata Prof Zainuddin saat dihubungi jpnn.com, Jumat malam (22/5).

"Putuskan saja tahun ajaran baru berjalan seperti biasanya, dengan tetap memberlakukan model pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring dan mematuhi protokol kesehatan," tukasnya.

Beberapa skema bisa diterapkan untuk mendukung kondisi pembelajaran tersebut. Salah satunya siswa dibagi dalam kelas tatap muka dan daring setiap minggunya.

Misalnya pada minggu pertama ada setengah dari siswa dalam satu kelas mengikuti pembelajaran secara tatap muka, setengahnya lagi mengikutinya secara daring.

Minggu kedua, yang tadinya hadir di kelas, mendapat giliran mengikutinya secara daring. "Dengan skema ini, penataan ruang kelas bisa dilakukan mengikuti protokol Covid-19. Antar siswa bisa berjarak," tandasya.

Pada intinya, kata Dia, dalam kondisi pandemi Covid-19, proses belajar mengajar harus betul-betul dilakukan secara disiplin. Kemudian skema ini membutuhkan manajemen pembelajaran yang bagus.

"Maka dari itu saya juga mengusulkan dibentuk semacam tim teaching. Tim ini akan bertugas menyusun model pembelajaran berbasis proyek yang akan diberikan sebagai penugasan kepada siswa. Proyek itu bisa gabungan dari beberapa mata pelajaran," ujarnya.

Ia mencontohkan, siswa diberi satu proyek untuk mencari masalah. Misalnya, tugas Biologi. Aspek biologinya itu dia mencari spesies tertentu di sekitar lingkungannya. Nanti dari segi laporannya, itu bisa dilihat Bahasa Indonesianya. Guru bahasanya bisa memberikan koreksi. Bisa juga ditambahkan dengan Bahasa Inggris. Kemudian ilmu geografi.

"Jadi satu proyek itu dirumuskan sehingga masing-masing guru mata pelajaran yang tergabung dalam Tim Teaching tadi bisa memasukkan paket pembelajarannya ke satu proyek tersebut. Ini yang disebut dengan integrated kurikulum. Pembelajarannya tematik. Jadi ada satu tema dipelajari dari beberapa sisi. Itu bisa," tukasnya.

Di negara lain, seperti Australia, kata Maliki, sudah terbiasa dengan model pembelajaran seperti ini, bentuk tim teaching. Jadi pembelajarannya jangan lagi content base learning, atau pembelajaran berbasis isi yang diminta kurikulum. Jangan teralu ke sana. Penuntasan kurikulum sudah tidak mungkin.

"Nah, dari project base, bukan content base itu juga bisa digunakan untuk mengevaluasi soft skiil siswa. Misalnya anak-anak disuruh mencai satu spesies di selokan, itu kan ada yang bisa, ada yang bisa tapi butuh waktu, ada yang gagal," ujarnya.

Pada intinya, kata Prof Zainuddin, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, proses belajar mengajar harus betul-betul dilakukan secara disiplin. Kemudian skema ini membutuhkan manajemen pembelajaran yang bagus.

"Menurut saya ya, sudahlah, tahun ajaran baru sesuai dengan biasanya, Juli masuk, tetap daring sebagai metode pembelajaran utamanya. Kemudian harus disertai dengan kesiapan guru, dan pendekatannya diubah," jelas politikus asal Jawa Timur ini.

Namun demikian, tambahnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sepertinya belum berani memutuskan hal ini sendiri, karena keputusan itu butuh pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

"Kelihatannya menteri kan tidak berani memutuskan dan bersandar kepada Gugus Tugas," tandas Prof Zainuddin.***