PEKANBARU - Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Abdul Wahid, menyebut sampai saat ini belum ada keputusan yang secara tegas menjelaskan bahwa Provinsi akan menerima Dana Bagi Hasil (DBH) Kelapa Sawit.

Disampaikan Wahid, dalam rapat paripurna pengesahan RUU Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD) kemarin, tidak ada poin yang secara menjelaskan soal DBH Kelapa Sawit ini.

"Bukan tidak terakomodir, tapi saya katakan itu masih samar-samar. Kenapa? Karena itu (DBH) Kelapa Sawit masuk dalam poin DBH lain, belum substantif," kata Ketua DPW PKB Riau ini, Rabu (8/12/2021).

Untuk menjadikan komoditas Kelapa Sawit sebagai bagian dari DBH, lanjut Wahid, akan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan tindaklanjut dari UU.

"Kalau di RUU itu belum jelas ada pembagian sekian persen untuk daerah, dan di DBH lain itu tidak hanya Kelapa Sawit saja, tapi ada komoditas-komoditas lain," tambahnya.

Untuk itu, Wahid mengimbau kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau agar menggalang kekuatan bagaimana posisi DBH Kelapa Sawit ini bisa jelas dan tidak samar-samar lagi.

"Kepala daerah harus memberikan masukan ke DPR RI dan kementerisn supaya dijelaskan posisi DBH Sawit ini, kalau saya pribadi ada komunikasi dengan Pemprov Riau, tapi kan ini harus bergerak bersama, provinsi penghasil sawit itu ada 28 provinsi," terangnya.

Terkait perjuangan DPRD Riau yang sudah menggalang kekuatan di DPRD Provinsi lain, lanjut Wahid, itu masih belum kuat jika Pemprov tidak berjalan bersama-sama.

"Pemerintah Daerah itu kan DPRD dan Pemprov, DPRD hanya pendukung, dan Pemprov itu eksekutornya.

Sebelumnya, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan DPR RI terutama Komisi XI yang telah mengakomodir aspirasi daerah-daerah penghasil sawit seperti Riau, terkait dana bagi hasil (DBH).

Alhamdulillah, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Menkeu dan jajaran serta DPR RI khususnya Komisi XI yang telah mendengar dan menyetujui aspirasi DBH Sawit," ucap Gubri, setelah mendapat informasi bahwa hari ini (7/12/2021) DPR RI.

Seperti diketahui, daerah-daerah penghasil sawit seperti Riau sudah sejak lama menginginkan adanya DBH Sawit.

Namun tidak bisa direalisasikan karena tidak ada payung hukum yang menjadi pijakan.Masalah DBH ini diatur melalui UU HKPD (sebelumnya disebut UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah).

Dalam UU itu belum diatur tentang DBH Sawit. Sebab itu, momentum revisi UU HKPD tahun ini menjadi momen terbaik bagi daerah-daerah penghasil sawit untuk memperjuangkan dasar hukumnya.

Aspirasi tersebut diakomodir UU HKPD melalui frame DBH lainnya, seperti DBH Sawit.

Untuk pengaturan lebih detilnya tentang besaran dan lainnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

"Sependapat dengan masukan beberapa fraksi untuk mengembalikan DBH sektor Perikanan dan membuka peluang adanya opsi DBH dari penerimaan negara pada sektor lain seperti perkebunan, maka Pasal 123 RUU HKPD membuka kemungkinan penambahan jenis DBH lain, seperti sektor perkebunan sawit melalui mekanisme Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR RI," kata Menkeu Sri Mulyani dalam pidatonya saat sidang paripurna.

"Hal tersebut juga kami pandang sebagai bentuk penegasan bahwa RUU HKPD juga berkomitmen untuk mendukung peningkatan kapasitas daerah," kata Menkeu menambahkan. ***