JAKARTA - Legislator asal Fraksi Gerindra, Fadli Zon merilis catatanya terkait seratus hari pertama periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Fadli menyebut, menyebut seratus hari pertama ini ditandai dengan mencuatnya sejumlah krisis.

Krisis yang dialami oleh perusahaan asuransi pelat merah Jiwasraya, krisis perbatasan di perairan Natuna Utara, krisis kepercayaan akibat tertangkap tangannya komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum), krisis penegakkan hukum akibat pelemahan kerja KPK, krisis Asabri, hingga krisis virus Corona yang kini telah menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia, mengisi daftar inventaris krisis di catatan Fadli.

"Tentu saja semua itu bukan perkembangan yang kita harapkan. Sesudah melewati pesta demokrasi yang mahal dan menelan banyak korban jiwa, kita berharap ada kondisi yang lebih baik sesudahnya. Kini, harapan itu seperti membentur tembok tebal," kata Fadli, dikutip dari catatannya itu pada Rabu (5/2/2020).

Memang, kata Fadli, tak semua krisis tadi sepenuhnya berada di dalam kontrol Pemerintah. Namun, sesudah semuanya mencuat, "kita berharap Pemerintah telah menyiapkan langkah antisipasi agar tidak muncul krisis yang lebih parah lagi,".

Salah satu dampak krisis yang telah menghadang di depan mata, kata Fadli, adalah pelemahan ekonomi dunia akibat wabah virus Corona. Wabah tersebut telah melumpuhkan aktivitas ekonomi di sejumlah wilayah di Cina, sehingga membuat permintaan minyak mentah mereka turun hingga 20 persen.

"Angka tersebut sangat besar dampaknya bagi perekonomian dunia. Apalagi, Wuhan juga adalah satu produsen bahan baku bagi industri elektronika dan otomotif dunia," katanya.

"Meskipun ketergantungan industri elektronika dan otomotif kita tak begitu besar pada Cina, namun dampak virus Corona telah memukul industri pariwisata kita. Padahal, saat ini sektor pariwisata adalah salah satu andalan penghasil devisa kita, yang nilainya mencapai US$19,29 miliar pada 2018," ujar Fadli.

Ia lalu mengutip data BPS (Badan Pusat Statistik) yang menyebut, jumlah kunjungan wisatawan asing mencapai 16,11 juta orang pada 2019. Dari jumlah tersebut, kontribusi turis Cina mencapai 12 persen.

"Artinya, ada sekitar 2 juta turis Cina yang berkunjung ke Indonesia tahun lalu, dan jumlah tersebut diperkirakan akan anjlok tahun ini," ujarnya.

Indonesia tahun ini, kata Fadli, juga tengah dibayang-bayangi oleh hantu resesi dan ancaman ‘capital outflow’. Sejak September 2019, Bank Dunia, misalnya, dalam laporan berjudul “Global Economic Risks and Implications for Indonesia” telah menyampaikan peringatan tersebut.

"Mereka menyampaikan bahwa potensi capital outflow Indonesia semakin tinggi di tengah memanasnya perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat (AS). Ancaman capital outflow itu semakin nyata karena holding period dana repatriasi dari program tax amnesty akan sepenuhnya berakhir pada Maret 2020," ungkap Fadli.

"Kita tahu, jumlah harta yang dideklarasikan dalam program tax amnesty tiga tahun lalu mencapai Rp4.865,8 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp3.687,0 triliun berasal dari dalam negeri, dan Rp1.178,8 triliun dari luar negeri. Namun, jumlah harta luar negeri yang berhasil dikembalikan ke Indonesia (repatriasi) waktu itu hanya mencapai Rp146,7 triliun. Capaian ini jauh lebih rendah dari target Kementerian Keuangan yang mencapai Rp1.000 triliun," paparnya.

Fadli menambahkan, holding period dana repatriasi itu akan berakhir sepenuhnya pada Maret nanti. Dengan demikian, sesudahnya para wajib pajak peserta tax amnesty diperbolehkan untuk menempatkan kembali uangnya di mana saja, tak harus di dalam negeri.

"Sebab, hingga kini tak ada peraturan yang bisa mengikat mereka untuk menyimpan hartanya di Indonesia," kata Fadli.

Ia juga mengutip perkiraan sejumlah ekonom, bahwa dari jumlah Rp146,7 triliun dana repatriasi, sekitar 40 persen di antaranya diprediksi bakal hengkang dari Indonesia tahun ini. "Artinya, tahun ini kita bisa mengalami capital outflow hingga Rp58,68 triliun. Jika itu terjadi, tentu saja akan memukul perekonomian kita,".

"Pertanyaannya adalah: 'apakah ancaman krisis tadi sudah semuanya diantisipasi Pemerintah?'" tukas legislator Komisi I itu.***