IMAGE partai politik pasca orde baru sampai saat ini sudah sangat buruk dimata masyarakat, bahkan muncul pandangan kritis dan bahkan dapat dikatakan skeptis kepada partai politik, diantaranya ada yang berpendapat bahwa partai politik hanya kendaraan untuk mengantarkan orang (baca: politisi) untuk mendapatkan posisi (baca: kekuasaan) dan tidak mampu mengaspirasikan tuntutan masyarakat yang mendukungnya dan dapat dikatakan tidak punya profesionalitas.Partai politik hanya lah berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu ‘at the expense of the general will’ (Rousseau, 1762) atau kepentingan umum (Perot, 1992).

Selain hal itu, kondisi saat ini sangat “berantakan”, partai politik disibukan dengan persaingan internal maupun konflik internal bahkan skandal korupsi oleh para penurusnya yang mengakibatkan parpol menjadi “rusak”. Dilain pihak adanya intrik-intrik politik antar partai politik yang mengarah pada upaya demorralisasi yang dipertunjukan di hadapan public. Partai politik era reformasi ini tidak mempunyai basis ideologi yang jelas dan partai tidak melakukan kompetisi jika pemilu tdk ada...

Fenomena rusaknya partai politik dimulai dari tingkat pusat sampai ke daerah. Peran sentralistik semakin memperparah kondisi masyarakat yang cenderung dibodoh bodohin para elit parpol yang tidak pernah bosan melancarkan aksi aksi koboy dan kotor.

Situasi ini semakin diperparah oleh munculnya oponturir atau petualang politik yang kerjanya tak lain hanya mementingkan diri dan kelompoknya sendiri. Bagi orang seperti ini sekarang tidak laku lagi lantaran masyarakat kita sudah pada cerdas menentukan pilihannya baik pada pemilu legislatif, kepala daerah dan presiden.

Pilkada serentak 2018 tanggal menghitung minggu dan bulan. Di Riau ada dua daerah yang berpilkada yakni Riau dan kabupaten Inhil. Inhil yang selama lima tahun ini dipimpin HM Wardan cukup memberi warna tersendiri bagi kemajuan daerah dan masyarakat Inhil. Tak heran kalau sebagian besar masyarakat disana masih menginginkan Wardan bupati lagi.

Lalu bagaimana Pilkada Riau? Setakat ini ada beberapa balon yang bakal ikut bertarung diantaranya Andi Rachman (incumbent), Syamsuar, HM Harris, Ahmad, LE, Idris Laena, Edy Tanjung, Irwan Nasir dan lain-lain.

Tentu ini masih tahap pembalonan yang sampai saat ini masih belum ada kepastian siapa numpang perahu apa. Namun jika pola partai politik yang rusak dan berantakan tersebut tetap dipakai maka siap-siaplah masyarakat Riau dipimpin oleh pemimpin yang "rusak" dan "berantakan".

Kemarin malam teman dari Jakarta bercerita ada salah seorang petinggi partai yang juga salah satu menteri yang kinerja nya sangat jauh dari harapan datang ke Riau untuk sebuah acara yang berkaitan dengan anak-anak.

Di sela sela acara tersebut kata teman saya sang elit parpol ini bertanya tentang peta Pilgubri. Pertanyaannya kira-kira begini :siapa calon gubernur yang surveinya tertinggi. Nah, kebetulan ada salah satu balon kuat disana tapi kurang merespon pertanyaan tersebut.

Singkat cerita elit parpol itu tersinggung karena merasa kurang dilayani atau service. Akhirnya setelah kembali ke Jakarta dia "ngamuk" dan mengajak semua partai pendukung penguasa bergabung "mengeroyok" balon gubernur yang cuek tadi. Betul atau tidak cerita ini masih perlu pembuktian di 'laboratorium' khusus agar publik mengetahui siapa sesungguhnya elit parpol yang merangkap menteri yang mencoba merusak tatanan dan cenderung mengadu domba putra putra terbaik Riau yang berpilkada demi kepentingan 2019.

Yang pasti sikap yang dipertontonkan orang pusat itu sangat tidak mendidik dan cara cara seperti inilah yang membuat prosesi Pilgubri menjadi amburadul yang memicu muncul nya pemimpin Riau yang "rusak" dan "berantakan".

Mengutip Najwa Shihab: Poles politik. Para kandidat yang ingin instan banyak bergantung pada para konsultan. Mereka yang halalkan segala cara, tak malu merekayasa angka angka. Atas nama metodologi, survey pesanan dipublikasikan seperti murni. Masyarakat coba dipikat dgn pencitraan palsu yang merakyat. Politik akhirnya semata mata soal kemasan yang dipajang utk diperjualbelikan. Promosi wajah dan nama terjaja tanpa kekuatan di kepala. Kampanye berubah menjadi harta rakyat dikerdilkan sebatas suara. Ilmu politik ilmu utak atik para konsultan menjadi juru taktik. hmmm..

Tapi sudahlah, politik itu bukan soal matematika. Dia cair dan dinamis.!!

* Yanto Budiman adalah jurnalist tinggal di Pekanbaru.