KEPUTUSAN Laura memilih jalan Islam mengharuskannya menghadapi berbagai tantangan. Tantangan utama bahkan datang dari keluarganya sendiri. Ya, keluarganya memprotes keras ke-Islaman Laura.

''Keluargaku tak senang. Mereka terus memprotes identitas Muslimku, terus menginterogasi jika aku mengenakan jilbab,'' keluh Laura, seperti dikutip dari republika.co.id.

Protes keras dari keluarganya tidak menggoyahkan ke-Islaman Laura. Bahkan semakin meneguhkan keyakinannya pada agama yang baru dianutnya tersebut.

Demi meleburkan hatinya pada jalan Islam yang lurus, Laura mengganti namanya menjadi Aisha Uddin.

Usia Aisha baru menginjak 20 tahun saat memutuskan memeluk Islam. Namun sejatinya, jauh sebelum itu ia telah merasa penasaran dengan Islam.

Saat remaja, ia sering diam-diam ke masjid di dekat rumahnya. Ia menyelinap dan bertanya tentang Islam kepada siapa saja yang ada di sana. Namun, belum lengkap pengetahuan Aisha tentang Islam, ia dan keluarganya pindah ke kota lain, Birmingham.

Kepindahan keluarganya justru membawa hal positif bagi Aisha. Di Birmingham, Aisha mengenal beragam agama. Ia pun lebih banyak bertemu Muslim di kota tersebut.

''Islam telah menarik minat saya. Islam telah tertangkap mata saya dan saya ingin melihatnya lebih jauh ke dalam. Saya ingin melihat orang-orangnya, budayanya, dan sebagainya. Saya pun terus belajar dan belajar. Bahkan, setelah sekolah dan tinggal di Birmingham, saya benar-benar dikelilingi agama,'' ujar Aisha dengan mata berbinar, seperti dikutip Islam Today.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi Aisha untuk mempelajari agama Islam. Hingga memasuki usia 20 tahun, Aisha kian mantap dengan agama akhir zaman ini. Ia pun bersyahadat dan berkomitmen untuk terus memegang teguh keimanan Islam, walau apapun yang terjadi.

Dari awal, Aisha telah memiliki firasat bahwa keputusannya ini akan ditentang banyak pihak, terutama keluarga. Meski demikian, hal itu sama sekali tak mengurangi tekadnya untuk berislam, termasuk mengubah penampilannya menjadi Muslimah berjilbab.

''Saya sangat senang akan perubahan itu. Sebelum menjadi Muslim, saya selalu menggunakan celana jeans, hoodies, dan make-up yang menor,'' kata Aisha malu-malu. Mata birunya bersinar bahagia. Parasnya makin cantik berbalut jilbab hitam meski tanpa make-up.

Kebahagiaan itu sempat meredup tatkala Aisha menemui kenyataan bahwa keluarganya menolak keras keputusannya berislam. Bayangkan, tiba-tiba ia dimusuhi keluarganya. Orangtuanya menuding Aisha sebagai anak yang durhaka dan tak berbakti.

''Keislaman saya dianggap sebagai penolakan, tak balas budi, tak menghormati orangtua yang telah membesarkan saya,'' ungkap Aisha sedih.

Meski sedih, Aisha tak mau melepaskan hidayah yang telah ia raih. Ia terus bertahan meski rumahnya seakan penjara baginya. Ia tak diizinkan pergi ke luar rumah untuk mempelajari Islam. Pada saat yang sama, orangtuanya terus berusaha membujuk Aisha agar kembali pada agama sebelumnya.

Ketegangan kian memuncak saat Aisha mengenakan jilbab. Menurut Aisha, ia akan diteror dan diamuk keluarganya jika ketahuan mengenakan jilbab. Namun, Aisha telah bertekad untuk terus berjilbab. Meski keluarga terus meneror, Aisha diam-diam tetap mengenakan busana yang menutup aurat tersebut.

Akhirnya, hal yang ditakutkan Aisha pun terjadi. Ia ''diusir'' dari keluarga. Ia tak diizinkan lagi menggunakan nama keluarga. Aisha, yang dulu bernama Laura, memilih menggunakan nama Islam selamanya.

Penolakan keras dari keluarga tentu membuat Aisha sedih. Namun, ia tak marah. Buktinya, ia terus berusaha memperbaiki hubungan dengan keluarga dan memberi pengertian kepada mereka meski tak pernah membuahkan hasil.

Dalam wawancara dengan BBC, Aisha mengaku sedang giat mempelajari Alquran. Ia belajar membaca dan menulis huruf Arab. Meski masih terbata-bata, kini Aisha telah mampu membaca Kitabullah.

Islam menjadikan Aisha sebagai pribadi yang lebih baik. Ia merasa kehidupannya berubah sangat drastis. Namun, hal ini bukan karena tantangan yang melandanya, melainkan karena rasa bahagianya hidup sebagai Muslimah.

''Saya sebelumnya seorang pemberontak. Saya selalu mendapatkan masalah di rumah, pergi keluar dan tinggal di luar. Saya juga malas belajar di sekolah,'' kata Aisha.

Setelah memeluk agama Allah, Aisha menjadi lebih kalem, merasa sangat tenang dan damai. Tak pernah ia merasa bahagia seperti setelah berislam. Aisha pun lebih senang membaca buku dan mempelajari Alquran. Ia tak lagi liar seperti dulu. Sikapnya pun lebih lembut dan tak suka berbicara keras, apalagi memberontak.

Meski banyak tantangan yang dihadapi dan keluarga terus menentangnya, Aisha tak pernah menyesal memeluk Islam. Sebaliknya, ia merasa amat bersyukur merasakan manisnya hidayah. Ia pun amat bangga memiliki identitas sebagai seorang Muslimah.

''Saya bangga dengan diri saya sekarang,'' kata dia.***