JAKARTA - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Umar Hasibuan alias Gus Umar mengapresiasi atas tindakan cepat Kepolisian dalam menangkap dua penista agama yakni Muhammad Kece dan Muhammad Yahya Waloni berhasil ditangkap polisi.

Namun, Gus Umar juga merasa bingung dengan penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, orang-orang yang terus mendukung sebuah kepentingan (buzzer) di media sosial terus berkeliaran dan seperti tidak pernah ditindak pihak kepolisian.

"Okelah penista agama ditangkap baik Yahya waloni atau kece. Tapi kenapa buzzer tak tersentuh hukum? Why?,” tulis Gus Umar lewat akun Twitter pribadi miliknya yakni @Umar_Hasibuan_ pada Kamis (26/8/2021).

Dua orang yang dianggap menista agama, yakni Youtuber Muhammad Kece telah resmi ditangkap oleh Bareskrim Polri pada Rabu (25/8/2021). Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan bahwa Muhammad Kece telah berhasil diamankan di Bali dan kemudian ia akan dibawa ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan untuk menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut.

"Sudah ditangkap di Bali, hari ini akan dibawa ke Bareskrim," ujar Agus Andrianto ketika dikonfirmasi pada Rabu (25/8/2021).

Bareskrim Polri juga sudah menaikkan kasus Muhammad Kece ke tingkat penyidikan karena pihak penyidik menganggap telah menemukan cukup bukti pada Selasa (24/8/2021) kemarin.

Kabag Penum Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa pihaknya memang sudah mempunyai bukti awal yang sekiranya cukup untuk mengubah status menjadi penyidikan atas laporan penistaan agama terhadap Muhammad Kece. "Penyidik telah menemukan bukti awal yang cukup, sehingga penyidik meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan," imbuh Kombes Ahmad.

Kemudian Tim Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap penceramah Ustaz Yahya Waloni, di rumahnya, kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (26/8/2021).

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengungkapkan pria bernama lengkap Yahya Yopie Waloni itu diamankan sebelum magrib tadi. "Ya betul (ditangkap). Tadi sore sekitar jam 17.00 WIB di rumahnya," ucap Argo, Kamis (26/8/2021).

Argo menambahkan, penceramah yang kerap melontarkan pernyataan kontroversial melalui dakwahnya itu pasrah saat ditangkap. "Kooperatif," pungkasnya.

Sementara itu, LSM SETARA Institute mendorong Polri untuk melakukan terobosan hukum dalam kasus Muhammad Kece dan Yahya Waloni. Penggunaan pasal penodaan agama dinilai kurang tepat.

"SETARA Institute mendorong Polri untuk melakukan moratorium penggunaan pasal penodaan agama. Pihak Kepolisian mesti melakukan terobosan hukum untuk menjerat keduanya dengan pasal-pasal hasutan dan kebencian yang ada, baik dalam KUHP maupun di luar KUHP," ujarnya, Jumat (27/8/2021).

Lebih jauh, menurut SETARA, penggunaan pasal penodaan agama hendaknya dihentikan. Pasalnya, dalam penelitian SETARA Institute, pasal-pasal penodaan agama lebih banyak digunakan untuk menghukum perorangan dan melindungi kelembagaan agama.

Akibatnya, pasal-pasal penodaan agama tidak memberikan jaminan perlindungan atas hak perseorangan untuk menikmati pilihan merdeka berdasarkan hati nurani conscience untuk memeluk agama atau berkeyakinan. Bahkan yang sering terjadi, pasal-pasal penodaan agama digunakan untuk menghukum interpretasi perseorangan yang berbeda dari keyakinan keagamaan arus utama mainstream.

Padahal, menurut SETARA Institute, dalam prinsip dasar hukum internasional jelas bahwa yang harus dilindungi bukanlah agama, tetapi kebebasan perorangan yang menganut agama tertentu. Karena itu merupakan pilihan bebas dan berdasarkan hati nurani dan tidak boleh seseorang atau kelompok direndahkan hanya karena pilihannya itu.***