PEKANBARU - Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) menyoroti isu lingkungan yang melanda Provinsi Riau sepanjang tahun 2019. Diantaranya seperti bencana kebakaran hutan dan lahan (Kahutla) menahun, kabut asap, banjir, tanah longsor hingga abrasi yang masih menghantui hingga tahun depan.

Ketua Umum FKPMR, DRChaidir mengatakan, bahwa bencana karhutla dan kabut asap di Riau tahun ini tergolong parah. Mengingat bencana ini hingga mengakibatkan sebagian masyarakat terpaksa mengungsi ke rumah-rumah evakuasi yang disediakan pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, ribuan penduduk terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), pendidikan lumpuh dan sejumlah penerbangan terganggu.

"Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau perlu segera mengambil langkah pengaturan dan penertiban agar karhutla tidak terulang lagi. Apa lagi Riau diprediksi akan kembali mengalami kemarau panjang hingga tujuh bulan lamanya mulai Februari 2020," kata Chaidir dalam acara konferensi pers akhir tahun tentang problematika Riau 2019 dan Prospektif Riau 2020 di Pekanbaru, Senin (30/12/2019).

Tidak dapat dipungkiri, kata Chaidir, akar masalah bencana karhutla dan kabut asap ini dikarenakan menggilanya perambahan, penggundulan hutan akibat keserakahan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan HTI sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

"Bahkan, berdasarkan catatan BNPB, luas gambut Riau yang terbakar lebih dari 40.000 hektar atau terluas di Indonesia," ujarnya.

Dari sisi penegakan hukum, lanjut Chaidir, setidaknya sudah ada 47 tersangka perorangan dan satu tersangka korporasi yang ditetapkan sebagai pelaku pembakar lahan.

"Penjarahan hutan dan lahan harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka segera diproses hukum untuk menimbulkan efek jera. Korporasi yang tersangkut karhutla supaya dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Chaidir.

Yang menjadi perhatian juga, musim karhutla yang diikuti dengan musim penghujan di Riau ternyata turut membawa bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah.

"Hal ini juga tidak bisa diabaikan. Kami mendesak Pemprov Riau mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi dan mengantisipasi bencana banjir dan tanah longsor," ujarnya.

Isu lingkungan lain yang tak kalah pentingnya adalah fenomena global mencairnya es di kutub menyebabkan semakin tingginya permukaan air laut dan semakin besarnya gelombang. Hal ini menimbulkan abrasi yang semakin parah di sepanjang pantai Selat Melaka dan mengancam kehidupan masyarakat di pesisir selat.

"Kami mendesak Pemprov Riau dan pemerintah pusat menangani secara intensif dan komprehensif terhadap abrasi pantai di sepanjang Selat Melaka," tegasnya. ***