PEKANBARU - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Suripto Irianto membantah adanya kriminalisasi kepada 3 dokter bedah RSUD Arifin Achmad.

Dijelaskan Suripto, pihaknya menerima limpahan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Arifin Achmad dari Polresta Pekanbaru. Berdasarkan penyidikan Polresta Pekanbaru ditetapkan 5 orang tersangka, yang kemudian ditahan Kejari.

"Kemudian, kami menahan 5 orang tersangka. Yang pertama adalah Yuni Efriyanti, Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR). Kedua Mukhlis, staf dari CV PMR. Kemudian, ketiga dr Weli Zulfikar, PNS RSUD Arifin Achmad, ke-4 dr Kuswan A Pamungkas, juga PNS RSUD Arifin Achmad, dan terakhir Dr drg Masrial, juga dari RSUD Arifin Achmad," jelas Suripto di Pekanbaru, Selasa (27/11/2018).

Suripto juga menjelaskan bahwa berdasarkan fakta penyidikan, duduk permasalahannya ketika RSUD Arifin Achmad telah menunjuk CV PMR untuk mengurusi kesediaan alat-alat kesehatan dari program Jamkesda. CV PMR kemudian yang akan menyuply kebutuhan program Jamkesda.

"Tapi dalam prakteknya, 3 dokter ini malah membeli langsung dari distributor obat yang terkait. Kemudian diserahkan ke RSUD, tapi dengan tagihan uang sebagai pembayaran barang tersebut. Tapi, karena pembayaran tak bisa langsung ke dokter, jadi melalui CV PMR," tambah Suripto.

Dengan demikian, terjadi praktek seolah dokter membeli dari CV PMR, padahal membeli dari tempat lain. Harganya juga sudah berbeda menjadi lebih mahal atau markup.

"Jadi jelas, 3 dokter ini seperti orang jualan. Padahal seharusnya jika RSUD langsung ke distributor, harganya tidak setinggi itu. CV PMR tidak menyediakan obat tersebut. Mereka hanya menyiapkan administrasi, dan menerima komisi 5 persen," ungkap Suripto

Untuk mekanisme pencairan, RSUD Arifin Achmad membayar ke CV PMR. Kemudian, CV PMR (tersangka Yuni dan Mukhklis) menyerahkan uangnya ke 3 dokter tersebut, dan CV PMR hanya mendapatkan komisi 5 persen. 

"Potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp420 juta sekian," ungkap Suripto.

Suripto juga membantah jika dokter meminjamkan alat ke RSUD Arifin Achmad, kemudian tak dibayarkan dan seolah dijadikan tersangka serta dikriminalisasi.

"Ini nggak. Minjam ya sekali atau 2 kali. Ini ada 187 transaksi, pantas tidak 187 transaksi minjam. Jelas dia memanfaatkan itu. Misal di RSUD alat itu tidak ada, dokter itu mengatakan alat tersebut ada dan dibeli dari CV PMR, padahal beli dari tempat lain. Dan harganya sudah dimark up tinggi," tutup Suripto. ***