JAKARTA - Anggota Komisi II Fraksi PAN DPR RI, Guspardi Gaus, meminta agar pembahasan perubahan terhadap UU 'Kepemiluan' yang meliputi Undang-Undang Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Kepala Daerah ditunda atau dibatalkan.

Sikap Guspardi, menyusul gelaran diskusi terbatas bertajuk 'Mau Dibawa Kemana RUU Pemilu dalam Kondisi Pandemi?' yang Ia ikuti baru-baru ini. Diskusi ini, Ia sebut melibatkan tokoh-tokoh.

Kata Dia dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip GoNews.co, Sabtu (23/1/2021), "Banyak hal yang amat fundamental dijadikan alasan agar RUU Pemilu ini ditunda atau dibatalkan untuk dibahas. Setelah dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif,  terutama menyangkut kasus pandemi covid 19 yang makin mengganas,".

"Jadi lebih baik fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dan mengutamakan keselamatan masyarakat," kata Guspardi yang juga menyinggung tingginya angka kasus positif Covid-19 di Indonesia, dimana Indonesia menduduki peringkat ke 3 negara dengan kasus positif Covid-19 tertinggi di Asia.

Sempat Ditarget Rampung Pertengahan 2021

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung pernah menyatakan, ada target agar Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) bisa selesai paling cepat pada pertengahan tahun 2021.

Target itu, lanjut Doli sebagaimana dikutip dari antaranews.com dibuat agar RUU Pemilu bisa diimplementasikan pada gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2022.

"Kami di Komisi II berharap sebetulnya bisa selesai paling cepat mungkin di pertengahan 2021. Sehingga kalau memang kita sepakati nanti ada normalisasi terkait Pilkada 2022 itu sudah bisa dilaksanakan, dan terus jalan 2023, 2024," kata Doli dalam rapat dengar pendapat (RDP) Badan Legislasi DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020).

Sikap terbuka pada RUU Pemilu, pun sempat disampaikan Guspardi yang juga Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Ia menyatakan bahwa pihaknya siap melanjutkan pembahasan RUU Pemilu jika RUU tersebut sudah disempurnakan oleh Komisi II.

"Baleg DPR sebagai badan yang bertugas mengharmonisasi dan mensinkronisasi sebuah rancangan undang-undang, telah meminta draf revisi UU Pemilu agar disempurnakan oleh Komisi II agar bisa segera dibahas," kata Guspardi kepada GoNews.co, Jumat (25/12/2020) lalu.

Lebih jauh, ketika bicara mengenai pengaturan keserentakan pemilu, Guspardi menyatakan pandangan bahwa Pilkada Serentak bareng Pemilu Nasional paling mungkin dilakukan pada tahun 2026 atau 2027.

Sebab, kata Dia, kepala daerah terpilih di Pilkada 2020 baru berakhir masa jabatan di 2026. Kemudian, kepala daerah dari hasil pemilihan Pilkada 2017 juga akan berakhir di 2022 atau 2023.

"Makanya diperkirakan pelaksanaan pilkada tetap akan dilakukan pada 2022 atau 2023. Tujuannya (serentak bareng pemilu nasional) nanti diperkirakan titik temunya terjadi antara 2026 atau 2027. Jadi artinya resikonya (resiko keserentakan, red) itu yang paling kecil bukan di 2024 tetapi 2026 atau 2027," ucap politisi PAN itu, Jumat (15/1/2021) lalu.

Pada prinsipnya, Guspardi menegaskan, Komisi II DPR RI, tetap mengacu kepada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 55/PUU-XVII/2019 yang mengaskan bahwa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, dan Anggota DPD secara serentak tak bisa dipisahkan.

Deretan RUU yang Ditolak PAN

RUU Pemilu, bukanlah satu-satunya RUU yang mendapat 'pertentangan' dari PAN. Sebelumnya, PAN tercatat telah menolak 2 RUU dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Kedua RUU tersebut yakni RUU BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) dan RUU IKN (Ibu Kota Negara).

Mengenai RUU BPIP, Guspardi menjelaskan, PAN menolak RUU tersebut dimasukkan prolegnas prioritas 2021 karena RUU yang sebelumnya bernama RUU Haluan Idelogi Pancasila (HIP) banyak mendapatkan rekasi yang keras dari berbagai elemen bangsa dan masyarakat luas.

Terkait RUU IKN, kata Guspardi, Fraksi PAN menilai keberadaan RUU tersebut belum mendesak untuk dimasukkan Prolegnas Prioritas 2021 dan perlu ditinjau kembali, lantaran kondisi negara saat ini sedang fokus menghadapi pandemi Covid-19.

"Kami meyakini RUU yang disusun bersama DPR, DPD dan Pemerintah dalam prolegnas ini, harus mengedepankan upaya menghasilkan UU yang berkualitas, tidak sekedar mengejar kuantitas, tetapi harus mampu menjawab tantangan dan problematika sesungguhnya yang dihadapi oleh masyarakat, dan harus memenuhi rasa keadilan masyarakat secara luas," pungkas Guspardi, Jumat (15/1/2021) lalu.***