JAKARTA - Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Prof Mulyana beberapa waktu lalu berbuntut panjang. Sekretaris Pribadi (Sespri), Miftahul Ulum untuk yang kedua kalinya kembali akan diperiksa KPK sehubungan kasus dana hibah KONI Pusat.

Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot S Dewa Broto yang dihubungi melalui WhatsApp, Rabu, 2 Januari 2019, membenarkan adanya pemanggilan Miftahul Ulum untuk dimintai keterangan sebagai saksi yang kedua kalinya. "Betul," katanya.

Adanya pemanggilan tersebut diketahui dari edaran WhatsApp yang di share Gatot Dewa Broto ke Grup Bola Indonesia. Dalam chat-nya kepada Menpora Imam Nahrawi, Gatot menyebutkan ada beberapa pegawai Kemenpora yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi dari mulai Kamis (3/1/2019), Jumat (4/1/2019), Senin (7/1/2019), dan Selasa (8/1/2019). Di antaranya Sanusi (Ka Biro Hukum), Yusuf Suparman (Kabag Hukum), Chandra Bhakti (Plt Deputi IV Kemenpora), Miftahul Ulum (Sespri Menpora), dan Arsani (Plt Asdep Olahraga Prestasi).

Namun, Gatot ketika dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui jumlah pegawai Kemenpora yang diperiksa. "Tepat jumlahnya saya lupa," katanya. 

Dalam chatnya di grup yang beranggotakan suporter sepakbola, pengurus teras PSSI, dan klub itu, Gatot menyebutkan dirinya sudah mengumpulkan pegawai Kemenpora yang mendapat panggilan KPK. Bahkan, dia melaporkan telah memberikan arahan (brief) tentang hal-hal yang harus dipersiapkan dan dijawab.

Tidak beberapa lama chat-nya yang di share ke grup tersebut dihapusnya. Tetapi, ada anggota grup yang kemudian men-share chating tersebut.

Secara terpisah, Yusuf Suparman yang dihubungi mengakui dipanggil KPK pada Jumat, 4 Januari 2019. Bahkan, dia menyebut Sespri Menpora Imam Nahrawi lebih dulu dimintai keterangan. "Saya dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangan Jumat setelah Miftahul Ulum yang dijadwalkan Kamis, 3 Januari 2019. Prinsipnya, saya siap memberikan keterangan," katanya.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dana hibah pemerintah kepada KONI melalui Kempora. Kelima tersangka itu, yakni Deputi IV Kempora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kempora Adhi Purnomo; staf Kemenpora Eko Triyanto; Sekjen KONI Pusat, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Jhonny E. Awuy.

Dana hibah yang dialokasikan Kemenpora untuk KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Di tahap awal, KONI mengajukan proposal untuk mendapatkan dana hibah tersebut. Diduga, pengajuan dan penyaluran dana hibah itu "hanya akal-akalan" dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya.

Hal ini lantaran sebelum proposal diajukan, sudah ada kesepakatan antara pihak Kempora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar Rp 3,4 miliar atau 19,13 persen dari total dana hibah yang disalurkan.

Terkait pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut, Adhi Purnomo, Eko Triyanto dan kawan-kawan diduga telah menerima uang suap setidaknya sebesar Rp 318 juta dari pejabat KONI. Sementara, Mulyana diduga telah menerima suap berupa kartu ATM yang di dalamnya berisi saldo Rp 100 juta terkait penyaluran dana hibah ini.

Tak hanya itu, sebelumnya, Mulyana diduga telah menerima pemberian lainnya. Pada Juni 2018, Mulyana menerima uang Rp 300 juta dari Jhonny dan satu unit smartphone Galaxy Note 9 pada September 2018. Bahkan, Mulyana diduga telah menerima satu unit mobil Toyota Fortuner pada April 2018. ***