SEOUL - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) kembali menerapkan pembatasan sosial, karena terjadi lonjakan kasus Covid-19 pasca dilakukan pelonggaran sejak awal Mei.

Dikutip dari Kompas.com, Kementerian Kesehatan Korsel melaporkan Kamis (28/5/2020), lonjakan kasus Covid-19 terbesar dalam lebih dari 50 hari terakhir. Pusat Pencegahan dan Pengendalian  Penyakit di Korea (KCDC) menyebutkan, 67 dari 79 kasus baru dilaporkan terjadi di Seoul, ibu kota Korsel.

Pejabat KCDC juga mengingatkan, penelusuran dan pengendalian wabah semakin sulit dilakukan saat aktivitas warga meningkat lagi.

''Kami  menerapkan lagi semua tindakan karantina di metropolitan Seoul hingga pertengahan  Juni,'' kata Wakil Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Neung-hoo, Kamis.

Fasilitas umum, seperti museum, taman, dan galeri seni, dilarang beroperasi dua pekan mendatang. Penutupan dimulai Jumat ini. Kantor-kantor swasta dan pemerintah diminta untuk memberikan fleksibilitas bagi karyawan, termasuk melakukan pekerjaan dari rumah.

Selama dua hari berturut-turut, sejak Rabu (27/8), terjadi peningkatan jumlah warga positif Covid-19 di Korsel. Pada Rabu, Kementerian Kesehatan Korsel mencatat jumlah warga terpapar 40 orang. Sehari kemudian, Kamis (28/5), jumlahnya naik menjadi 79 kasus.

Seluruh kasus yang terjadi dalam dua hari terakhir terkait dengan kluster penyebaran baru di sebuah kompleks pergudangan e-dagang  di Bucheon, Seoul bagian barat. KCDC mengatakan,  4.100 pekerja di kawasan pergudangan itu telah melakukan isolasi mandiri. Sebanyak 80 persen dari jumlah pekerja itu telah menjalani tes untuk memastikan apakah mereka positif terpapar Covid-19 atau tidak.

Park menyatakan, KCDC memperkirakan jumlah kasus baru terkait kluster anyar ini akan  meningkat seiring tes Covid-19 yang terus berlangsung. ''Dua pekan mendatang  sangat menentukan, apakah kita berhasil melakukan pencegahan di kota ini atau tidak,'' katanya.

Ia  menambahkan, apabila pemerintah menemukan lebih dari 50 kasus baru per hari selama tujuh hari ke depan, pembatasan  yang lebih keras dibandingkan sebelumnya akan diterapkan lagi.

Pada awal Mei, Pemerintah Korsel mulai melonggarkan kebijakan karantina. Namun, ketika seorang pengunjung tempat hiburan malam dinyatakan positif Covid-19 dan diperkirakan menginfeksi 7.200 orang lainnya, pemerintah menutup kembali kawasan hiburan malam di Itaewon, Seoul.

Selama ini  Korsel dipuji  berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19 tanpa perlu menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Intervensi komprehensif dengan empat strategi di negara itu, yaitu pemeriksaan (testing), pelacakan kasus (tracing), perawatan (treatment), dan keterlibatan publik (public engagement), dinilai berhasil dan menjadi model bagi banyak negara.

Kasus di Filipina

Hal sebaliknya terjadi di Filipina. Meski jumlah kasus warga positif Covid-19 di negara itu terus meningkat, Satuan Tugas Covid-19 Filipina memberi rekomendasi kepada Presiden Rodrigo Duterte untuk melonggarkan kebijakan penutupan wilayah di Manila.

Pemerintah telah menerapkan kebijakan itu di Manila selama lebih dari 11 pekan. Durasi ini lebih lama daripada karantina yang diterapkan Pemerintah China di Wuhan, yakni 76 hari.

''Ini merupakan kompromi. Ada kebutuhan agar ekonomi bergerak kembali dan pada saat bersamaan tetap mencegah penyebaran Covid-19,'' kata Harry Roque, jubir kepresidenan.

Berdasarkan data Worldometer.info, pada Kamis (28/5), di Filipina, jumlah kasus positif bertambah 539 orang dan warga meninggal bertambah 17 orang sehingga kini menjadi 921 orang. Filipina juga tak berhasil memenuhi target untuk mengetes 30.000 orang per hari. Hingga sekarang, pemerintahan Duterte hanya mampu mengambil sampel 290.000  dari total 107 juta penduduk Filipina (0,27 persen).

Keputusan untuk melonggarkan itu tak terlepas dari kondisi ekonomi Filipina yang diperkirakan akan menghadapi kontraksi terbesar dalam 34 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi negara itu diprediksi 0,2 persen pada kuartal I-tahun 2020.

Keputusan untuk melonggarkan itu tidak terlepas dari kondisi ekonomi Filipina yang diperkirakan akan menghadapi kontraksi terbesar selama 34 tahun terakhir.

Pertumbuhan ekonomi pun diprediksi hanya 0,2 persen pada kuartal pertama tahun 2020 ini. Filipina juga diperkirakan akan mengalami angka pertumbuhan yang lebih buruk pada kuartal berikutnya.***