JAKARTA - Mantan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa seorang pemimpin atau presiden harus berkata jujur di era post-truth politics.

"Di era 'post-truth politics', ucapan pemimpin (presiden) harus benar & jujur. Kalau tidak, dampaknya sangat besar," kata SBY lewat akun Twitter @SBYudhoyono, Rabu (20/1).

Post-truth politics yang dimaksud SBY adalah politik yang tidak berlandaskan pada fakta, melainkan kebohongan yang sistematis dan berulang kerap dilontarkan.

Misi post-truth politics, kata SBY, pada akhirnya akan mengalami kegagalan. Dia berkaca pada keadaan di Amerika Serikat dimana, Donald Trump tak mampu mempertahankan jabatannya sebagai presiden.

Donald Trump sendiri, sudah dinyatakan kalah dalam Pilpres AS melawan Joe Biden. Dengan demikian, Trump tidak akan menjabat dua periode sebagai presiden, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan ke Joe Biden.

"Pemimpin akan kehilangan trust (kepercayaan) dari rakyatnya, karena mereka bisa bedakan mana yang benar (faktual) dengan yang bohong (tidak faktual)," kata SBY.

Mengenai Pilpres AS, secara garis besar SBY mengatakan ada tradisi politik dan norma demokrasi yang tidak baik. Terutama ketika pihak yang kalah, yakni Donald Trump tidak mengakui kemenangan Joe Biden.

Dia memahami bahwa kekalahan dalam pemilu adalah kenyataan yang sangat berat untuk diterima. Namun, kekalahan mesti diakui dan ucapan selamat patut diberikan kepada pemenang.

"Itulah tradisi politik & norma demokrasi yang baik. Sayangnya, sebagai champions of democracy, ini tidak terjadi di AS sekarang," tutur SBY.

Pergantian kekuasaan di AS pun tak terjadi dengan damai. Transisi diiringi dengan luka, kebencian dan permusuhan antarwarga negara yang berbeda pilihan saat Pilpres.

Bahkan, jelang pelantikan Joe Biden sebagai presiden AS yang baru, Washington DC mencekam. Pengamanan diperketat dan melibatkan 25 ribu personel tentara.

"Ini petaka bagi AS yang politiknya terbelah (deeply divided)," ucap SBY.

"Kali ini bukan musuh dari luar, seperti biasanya, tapi 'teroris domestik'. Ini titik gelap dalam sejarah AS. Juga warisan buruk yang ditinggalkan Trump," sambungnya. ***