BAGANSIAPIAPI, GORIAU.COM - Untuk menambah keimanan serta ketaqwaan bagi para napi Rutan Bagansiapiapi, Pemkab melalui Kesra mengadakan tabligh akbar bertempat di lembaga pemasyarakatan Bagansiapiapi, Rabu (29/10/2014).

Acara yang dihadiri Danpos AL, Ketua DPRD, Bupati, SKPD dan warga binaan. Dengan menghadirkan ustadz asal Bagansiapiapi yang bermastuatin di Pekanbaru, Zulkifli Nikmat, SH.

Seperti yang disampaikan Kepala Rutan Bagansiapiapi, Sutarman, acara ini sangat diapresiasi oleh warga binaan yang saat ini sudah menembus angka 671 Napi. Sutarman menyebutkan, selama ini perhatian pemerintah sangat mereka hargai. Misalkan ada tenaga medis dari Puskesmas yang rutin melakukan cek kesehatan terhadap penghuni lapas.

Demikian juga dengan perhatian MUI yang mau mengirimkan ustadz guna mengajar para napi bagaimana cara shalat dan mengaji. ''Saya pernah berkeinginan bagaimana jika disini dibangun pondok pesantren seperti di Cianjur dimana tempat saya bertugas dulu," usul Sutarman yang mengatakan bahwa dirinya salah satu penggagas berdirinya Ponpes di Cianjur.

Disana, katanya, Napi yang berada di ponpes jika sudah keluar dari lapas, jika dirinya merasa kurang mengerti cara shalat dan mengaji malahan berkeinginan ingin mondok lagi.

Sementara itu, Bupati Rokan Hilir, Suyatno A.MP menyambut baik usulan yang disampaikan Ka Lapas dan akan dibangun Ponpes. Tapi dia prihatin, Kemenkumham malahan seperti mempersulit perizinan sehingga kini Rutan belum bisa pindah di area lahan yang sudah disediakan oleh Pemkab seluas 14 hektar.

''Kita tidak habis pikir. Mengapa sama sama plat merah harus dihalang-halangi,'' kesal Suyatno. Bupati berkeinginan, seandainya rutan bisa dipindahkan, tidak tertutup kemungkinan pemerintah akan melengkapi fasilitas sehingga apa yang dialami oleh napi rutan nomor satu terpadat se Indonesia itu, lebih layak ditempati.

Melalui acara tabligh akbar ini, Suyatno berpesan kepada Napi agar selalu sabar karena hukuman yang mereka jalani selama ini merupakan salah satu bentuk pembinaan karena bukan kehendak mereka untuk berbuat salah namun lebih jauh disebabkan faktor ekonomi dan tuntutan keluarga.

''Saya merasakan bapak dan ibu berbuat silap bukan dari kehendak pribadi. Malahan karena tuntutan ekonomi," kata Suyatno yang diamini oleh para napi. (amr)