SIAK SRI INDRAPURA - Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Siak terhadap Perusahaan Perkebunan Sawit PT Duta Swakarya Indah terkait perkara budidaya tanaman perkebunan di luar izin usaha perkebunan (IUP) sangat mengecewakan pelapor. Bahkan kuat dugaan PT DSI memiliki power di PN Siak.

Pasalnya, putusan majelis hakim  PN Siak  terhadap terdakwa Direktur PT DSI atas nama Misno hanya Rp 6 miliar. Sementara tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Siak terhadap terdakwa adalah pidana denda Rp 13 miliar, 

Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Siak menyatakan banding atas putusan yang dibacakan Hakim Ketua Roza Elafrina yang didampingi Hakim Anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular. Pasalnya tuntutan meminta majlis menjatuhkan pidana denda Rp 13 miliar kepada terdakwa Direktur PT DSI atas nama Misno.

"Memang kita kecewa tapi kita tetap menghormati keputusan majelis. Berbeda pendapat antara jaksa dan majelis itu biasa. Yang penting kita di tim sudah maksimal dan segera mempelajari salinan putusan," ujar JPU, Herlina Samosir usai persidangan di Siak, Kamis.

Sidang kali ini semakin menunjukkan betapa kuatnya PT DSI di PN Siak. Sebab, dua pekan lalu perkara dugaan pemalsuan yang menimpa Suratno, yang juga Direktur PT DSI sebelumnya dan Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Siak juga diputus bebas dengan majlis hakim yang sama. 

Alasan majelis hakim menjatuhkan putusan kali ini karena menganggap PT DSI ada melakukan kerjasama dengan masyarakat. Padahal, warga di lokasi lahan yang digarap PT DSI, kampung Sengkemang, kecamatan Koto Gasib meminta PT DSI hengkang dari tanah mereka. 

Pengurus koperasi Sengkemang yang tinggal di desa itu tidak mengakui adanya kerja sama apapun dengan masyarakat. "Ini yang menurut kita juga berbeda pendapat dengan majlis," ujar Herlina. 

Sebelumnya, terhadap tindak pidana perkebunan (PT DSI melakukan kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan di luar izin usaha perkebunan di desa Sengkemang, Koto Gasib, Kabupaten Siak). JPU mendakwa Misno dengan pasal 105 Jo Pasal 47 Ayat (1) Jo Pasal 113 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan menuntut Pidana Denda Rp13 Miliar.

Dasar tuntutan Pasal 105 terhadap korporasi dipidana denda maksimum 10 miliar dan Pasal 113 Ayat (1) korporasi dipidana denda maksimum ditambah sepertiga dari pidana denda. Sementara putusan majlis hakim terlalu jauh, yakni pidana denda Rp 6 miliar.

"Alasan kami banding, berdasarkan amanat Pasal 113 Ayat (1) UU perkebunan bahwa korporasi dipidana dengan pidana denda maksimum ditambah dengan sepertiga dari pidana denda," kata Lina, panggilang akrab Herlina Samosir.

Lina mengatakan pihaknya akan secepatnya mempelajari salinan putusan majlis. Ia juga tetap optimisme dengan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau. 

Sementara itu, warga pengurus koperasi Sengkemang Jaya, Desa Sengkemang, Iswondo dan Nazaruddin menyatakan kembali kecewa dengan putusan hakim. Menurut mereka, PT DSI memang terlalu kuat di PN Siak. 

"Ini merupakan pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti kepolisian dan Kejaksaan. Tapi putusan hakimnya kembali mengecewakan," kata dia.

Menurut Iswondo dan Nazaruddin, lebih 400 ha lahan di luar IUP PT DSI yang digarap. Kondisi itu telah merugikan masyarakat termasuk pihaknya sebagai pengurus koperasi.

"Belum dua minggu hakim yang sama membebaskan terdakwa Suratno dan Teten, hari ini mereka mengatakan PT DSI ada kerjasama dengan masyarakat. Hasil putusan pengadilan ini benar-benar membuat kami terluka. Kapan lagi ada pengadilan yang memihak kepada rakyat kecil seperti kami," kata dia.

Ia menjelaskan, koperasi Sengkemang dirugikan PT DSI sejak 2009 lalu. Lahan cadangan mereka seluas 3.000 Ha dikuasai PT DSI seluas 2.000 Ha. 

"Untuk memperkuat pelaporan ke kepolisian, kami juga sudah melaporkan PT DSI ini ke presiden," kata dia.

Warga pengurus koperasi Sengkemang Jaya itu juga meminta agar bupati Siak Alfedri mencabut izinnya. Alasannya, PT DSI hanyalah menyengsarakan warga setempat, bukan membantu menyejahterakan masyarakat.***