SELATPANJANG - Polres Kepulauan Meranti mengungkap kasus tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anak dibawah umur yang menyebabkan meninggal dunia. Balita berumur 4 tahun itu dianggap meninggal tak wajar.

Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Andi Yul LTG SH SIK MH didampingi Kasat Reskrim, AKP Prihadi Tri Saputra SH MH memimpin langsung Press Release yang dilaksanakan Aula Mapolres Kepulauan Meranti, Jalan Lintas Gogok, Desa Gogok Darussalam, Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kamis (19/2021).

Dalam kesempatan itu hadir juga Kasubbag Humas Polres, AKP Marianto Effendi, Kepala UPTD PPA Kepulauan Meranti, Suprapti SPd, Pekerja Sosial (Peksos) PA, Erma Endah Fitriana SPsi, serta puluhan wartawan.

Dijelaskan AKBP Andi Yul mengatakan saat ini penyidik masih mengembangkan pemeriksaan terhadap tersangka. Polisi masih mendalami sejauh mana penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka.

Dikatakan, hasil autopsi jenazah balita yang dilakukan Biddokkes Polda Riau itu sudah keluar. Adapun hasil sementaranya adalah adanya kekerasan benda tumpul pada bagian kepala sehingga mengakibatkan pendarahan pada otak dan menyebabkan meninggal dunia.

Dalam konferensi pers itu, selain menghadirkan tersangka, polisi juga menyertakan beberapa alat bukti yang dilakukan untuk penganiayaan diantaranya berupa 1 (satu) Ikat Sapu Lidi, 1 (satu) buah drum warna biru, 1 (satu) buah panci, 1 (satu) helai baju kaos oblong lengan panjang merk hong warna merah jambu bergambar cinderella, dan 1 (satu) helai celana panjang warna merah jambu.

Kapolres Andi Yul juga mengungkapkan bahwa tersangka telah mengakui perbuatannya dan dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 Ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan atau denda Rp3 miliar.

Diceritakannya, adapun kronologis kejadian berlangsung 11 Agustus 2021 lalu, korban meninggal dunia dengan kondisi yang tak wajar. Kemudian dari rangkaian kegiatan penyelidikan hingga penyidikan, dilakukan berdasarkan laporan dari laporan masyarakat dan P2TP2A jika korban meninggal tidak wajar setelah dilakukan proses pemakaman, bahkan sehari setelah proses pemakaman, ahli Dokkes Polda Riau melakukan otopsi.

"Tersangka ini merima hak asuh melalui nenek angkat korban yang saat ini masih bekerja di Malaysia setelah ditinggal pergi oleh ibu kandungnya. Untuk motif sementara disinyalir dipicu oleh soal ekonomi, karena nenek angkat korban yang bekerja di Malaysia mengirim uang kebutuhan korban Rp500 ribu perbulan, dan berharap bantuan dari pemerintah," pungkasnya.

Kemudian tersangka yang dicerca berbagai pertanyaan oleh wartawan terlihat menundukkan kepalanya, matanya pun tampak berbinar dan menyesali perbuatannya.

"Saya menyesal pak, mintak ampun pak," katanya singkat sambil menangis dan berlalu pergi dibawa petugas.

Sementara itu, Erma Indah Fitriana selaku Pekerja Sosial (Peksos) di Kepulauan MerantiĀ mengucapkan terimakasih kepada jajaran kepolisian yang telah melakukan penyelidikan kasus tersebut.

Terakhir disampaikan bahwa kasus tersebut merupakan akibat dari mengasuh anak yang dianggap tidak resmi atau ilegal.

"Kami mengimbau agar masyarakat yang ingin mengasuh anak untuk melaporkan ke dinas terkait dan idealnya seperti itu agar bisa dipantau dan hak anak bisa terpenuhi," ungkapnya.

Kemudian juga mengharapkan kepada insan insan pers agar dapat memberitakan kepada masyarakat bahwa setiap pengasuhan terhadap anak untuk dapat dilaporkan kepada Dinas Sosial Kepulauan Meranti.

"Kemudian dapat melaporkan kepada dinas sosial apabila ada melihat, menemukan, atau mendengar tanda-tanda kekerasan terhadap anak," pungkasnya.***