JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Yelnazi Rinto, terdakwa penyeleweng dana infak Masjid Raya Sumatera Barat (Sumbar), delapan tahun kurungan penjara.

Tuntutan terhadap aparatur sipil negara (ASN/PNS) Pemprov Sumbar itu dibacakan JPU dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Senin (25/1/2021).

Dikutip dari Inews.id, selain dituntut delapan tahun bui, terdakwa juga dituntut membayar denda Rp350 juta.

''Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp350 juta subsider enam bulan kurungan,'' kata JPU Pitria Erwina.

Selain pidana penjara dan denda, jaksa juga menuntut maling dana infak Masjid Raya Sumbar itu membayar uang pengganti, dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama empat tahun.

Jaksa menuntut terdakwa dengan dakwaan ke satu primer yaitu pasal 2 ayat (1) juncto (Jo) Pasal 18 Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam pertimbangan jaksa disebutkan hal yang memberatkan terdakwa karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Selain itu, terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi yang dilaksanakan sendiri, dan tidak mengembalikan uang negara.

Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, Yelnazi Rinto yang dalam sidang didampingi penasehat hukum dari Pusat Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Padang mengatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya.

''Kami akan mengajukan pembelaan secara tertulis,'' kata tim penasihat hukumnya, Rifiena Nadra dan Inne Sari Dewi Cs.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Padang, Yose Ana Roslinda memberikan waktu selama empat hari kepada pihak terdakwa untuk menyiapkan pembelaannya.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Jumat (29/1). Kasus yang menjerat Yelnazi Rinto adalah dugaan penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumbar dan sejumlah dana lainnya.

Dalam dakwaan jaksa sebelumnya diuraikan sejumlah uang itu diduga telah digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi. Pertama adalah Uang Persediaan (UP) pada Biro Binsos Setda Provinsi Sumbar (kini bernama Biro Mental Kesra) tahun anggaran 2019 sebesar Rp799,1 juta.

''Terdakwa mentransfer uang dari rekening Biro ke sejumlah rekening, seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro,'' kata jaksa.

Kedua adalah uang infak atau sedekah jamaah Masjid Raya Sumbar tahun 2013-2019 dengan anggaran sebesar Rp857,7 juta.

Ketiga adalah uang pada Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) Tuah sebesar Rp375 juta dengan cara mentransfernya terlebih dahulu ke rekening Masjid Raya Sumbar, kemudian ditarik secara pribadi.

Terakhir adalah uang sisa dana Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) 2018 sebesar Rp98,2 juta yang juga diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.

Perbuatan terdakwa itu disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1.754.979.804, berdasarkan laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat Sumbar nomor:11/INS-Kasus/VII.2020 tanggal 28 Juli 2020.

Karena diketahui Yelnazi Rinto menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Binsos Setda Provinsi Sumbar bertahun-tahun lamanya, yakni sejak Januari 2010 hingga April 2019.

Kemudian menjabat sebagai Bendahara Masjid Raya Sumbar pada 2014-2019, bendahara UPZ Tuah Sakato, dan sebagai pemegang kas PHBI Sumbar 2013-2017.***