JAKARTA - Persidangan pemimpin redaksi portal berita daring Rappler di Filipina, Maria Ressa atas sangkaan pencemaran nama baik Presiden Rodrigo Duterte, mulai digelar Selasa (23/7/2019) kemarin.

CNN Indonesia melansir, kasus ini dianggap para aktivis dan pembela kebebasan pers sebagai pembalasan pemerintah terhadap situs Rappler yang kerap mengkritik kebijakan Presiden Rodrigo Duterte.

Kritik Rappler, utamanya soal perang narkoba yang diduga melanggar hak asasi manusia dan menelan korban jiwa lebih dari 20 ribu orang.

Kasus kali ini merupakan rangkaian tuntutan pidana yang menjerat Ressa dan Rappler dalam setahun terakhir.

Hal ini pun memunculkan prasangka terhadap aparat penegak hukum Filipina yang diduga sengaja menargetkan Ressa dan timnya atas pekerjaan jurnalistik mereka.

"Pesan yang disampaikan pemerintah sangat jelas," ujar Ressa kepada wartawan pada Februari lalu ketika dirinya mengirim uang jaminan setelah menghabiskan semalaman di penjara.

"Diam atau kamu yang selanjutnya," tambah Ressa.***