JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai Partai Golkar berpeluang merapat ke Koalisi Perubahan. Dedi mengatakan, ini karena koalisi perubahan dinilai lebih siap karena telah mendeklarasikan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres).

"Situasi saat ini jika ada pergeseran mitra koalisi, lebih mungkin Golkar yang merapat ke Nasdem, bukan soal Nasdem lebih kecil porsi kuasanya dibanding Golkar, tetapi karena faktor Nasdem lebih siap hadapi pilpres," ujar Dedi dikutip GoNews.co dari Republika, Sabtu (4/2/2023).

Dedi menjelaskan, hal ini karena Golkar dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) belum memiliki kandidat kuat untuk Pilpres 2024 mendatang. Sosok Airlangga Hartarto yang paling menonjol di koalisi tersebut juga belum memiliki elektabilitas dan penerimaan publik tinggi. "Sehingga cukup rasional jika KIB pada dasarnya hanya miliki skema cawapres, sementara Nasdem dan Koalisi Perubahan sudah miliki capres, Anies Baswedan, dan potensial dengan elektabilitas yang dimiliki," ujarnya.

Kedua, Dedi menilai, Nasdem dan Golkar sudah cukup untuk mengajukan kontestan di Pilpres. Karenanya, akan jauh lebih baik jika perubahan tetap utuh dan diperkuat Golkar. "Keuntungan Koalisi Perubahan jika mendapat dukungan Golkar, ini bisa mengancam dominasi PDIP. Golkar jauh lebih mungkin mendominasi pemilu jika dengan Nasdem daripada sendirian dengan KIB atau bahkan jika bergeser dengan PDIP," ujarnya.

Namun demikian, jika Golkar bergabung bersama dengan Koalisi Perubahan maka dilema dalam penentuan cawapres. Mengingat, Partai Demokrat yang lebih dahulu melakukan penjajakan. "Memang dilema jika Golkar menawarkan cawapres, karena Demokrat yang lebih dahulu menjalin hubungan dengan Nasdem miliki AHY yang dari sisi kesiapan cawapres lebih mumpuni dari Airlangga, elektabilitas AHY masuk nominasi naaional," ujarnya.

"Tetapi, politik itu dinamis, semua bisa saja terjadi," tambahnya.

Sementara, jika Golkar meninggalkan KIB, maka PPP lebih berpeluang merapat PDIP, sedangkan PAN lebih condong merapat bersama Gerindra. "PAN sendiri tidak miliki banyak sejarah dengan PDIP, sehingga dimungkinkan akan menghindari koalisi dengan PDIP, mereka bisa ke Gerindra. Tetapi PPP punya hubungan panjang dengan PDIP, sehingga jika KIB kandas, peluang PPP bisa ke PDIP," ujarnya.

Pendapat berbeda diutarakan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Ia menilai kecil kemungkinan jika Golkar yang kemudian bergabung dengan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Nasdem, PKS dan Partai Demokrat. "Nasdem akan berkoalisi dengan KIB sangat mungkin, tapi kalau KIB berkoalisi dengan koalisi Nasdem tidak mungkin," ujar Adi, Kamis (2/2/2023).

Adi menyampaikan alasan yang mendasari Partai Golkar, PAN dan PPP yang tidak akan bergabung dengan Koalisi Perubahan jika tetap mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden capres. Ini karena ketiga partai ini dinilai solid mengawal Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hingga selesai.

"Selama Nasdem ngotot mencapreskan Anies selama itu juga partai-partai politik koalisi pemerintah yang saat ini tegak lurus ke Jokowi ini tidak akan bergabung (dengan Nasdem) dan berkoalisi dengan Jokowi," ujar Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Karena itu, Adi menilai, tidak bisa langsung diasumsikan jika Golkar dan Nasdem akan berkoalisi jika hanya merujuk pada pernyataan Surya Paloh jika kedua partai sama-sama nyaman. "Itu tidak bisa dispekulasikan bahwa Anies akan berpasangan dengan Airlangga Hartarto. Saya kira itu tidak mungkin, karena iman politik Golkar tidak mau ke Anies, iman politik PPP dan PAN itu tidak mau dengan Anies Baswedan di situ kuncinya," ujarnya.***