PALANGKARAYA - Mendatangi Akademisi di Universitas Palangkaraya, MPR berharap dapat masukan terkait dengan Amandemen UUD 45 dan wacana akan dibangkitkannya kembali GBHN.

Pada hari Selasa (28/1/2020), Wakil Ketua MPR Syarief Hasan sengaja datang menyerap aspirasi para akademisi di Universitas Palangkaraya (UPR), Kalimantan Tengah. Ia disambut langsung oleh Rekor UPR Andrie Elia beserta jajaran petinggi kampus lainnya. Syarief Hasan, yang merupakan pria asal Sulawesi itu mengatakan, saat ini pimpinan MPR sangat luar biasa. "Mencerminkan seluruh kekuatan partai politik dan perwakilan daerah," ujarnya.

Tak hanya itu, dalam menentukan keputusan, MPR mengedepankan musyawarah dan mufakat. "Seperti dalam pemilihan Pimpinan MPR Periode 2019-2024," ujarnya.

Meski demikian dirinya menegaskan voting juga bagian dari demokrasi. “Musyawarah merupakan jalan yang terbaik dalam demokrasi namun voting tak mengurangi nilai demokrasi," tuturnya. Dalam kesempatan tersebut, Syarief Hasan meminta masukan dan pendapat dari akademisi UPR sejauh mana pentingnya melakukan amandemen UUD. Sebab amandemen menyangkut hajat hidup orang banyak maka MPR perlu melakukan komunikasi dengan rakyat. “Rakyat yang menentukan”, ujarnya. Salah satu bentuk komunikasi dengan rakyat untuk meminta pendapat dan masukan terkait wacana amandemen, membuat MPR menyambangi kampus-kampus di Indonesia. “Mengapa MPR mengunjungi kampus-kampus?” tanya Syarief Hasan.

"Karena kampus merupakan salah satu think tank”, jawabnya.

Untuk itulah dirinya tekun meminta masukan dan pendapat dari kampus-kampus. “Saya berharap civitas akademika UPR bisa memberi masukan hari ini maupun tertulis”, harapnya. MPR ingin mendapat masukan secara utuh. Keinginan untuk menghidupkan kembali GBHN menurut Syarief Hasan karena ada masyarakat yang berpendapat pembangunan yang dilakukan saat ini tidak sinergis antara pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan yang dilakukan antar pemerintah dan periode menjadi terputus. Sebenarnya dalam melakukan pembangunan terencana sudah ada payung hukumnya yakni lewat undang-undang namun undang-undang itu ada yang mengakui sangat lemah sehingga perlu payung hukum yang lebih kuat yang dituangkan dalam UUD. Wacana terkait amandemen diakui Syarief Hasan menimbulkan dinamika, muncul hipotesa dan antitesa. Untuk itu semua pendapat dan masukan yang ada diharap dilakukan secara analisis. "Untuk itu kedatangan kami ingin menggali masukan dan pendapat dari akademisi UPR," ujarnya.

Kampus dan pihak masyarakat lainnya menurutnya perlu dilibatkan dalam masalah ini. Syarief Hasan dalam kesempatan itu mengucapkan terima kasih atas saran, masukan, dan pendapat dari akademisi dan mahasiswa UPR. "Semua masukan akan menjadi dokumen resmi MPR," ungkapnya.***