Konstitusi (MK) membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menganulir (membatalkan) Peraturan Daerah (Perda). Menanggapi hal itu Mendagri Tjahjo Kumolo menyebutkan masih ada celah bagi Mendagri untuk membatalkkan Perda.

Dikutip dari tempo.co, Tjahjo mengatakan pihaknya masih bisa menyiasatinya dengan menggunakan Pasal 243 Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Peraturan Daerah.

''Pasal tersebut di atas dapat digunakan untuk mengendalikan perda yang menghambat investasi atau perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi,'' ujar Tjahjo dalam pesan tertulisnya, Jumat, 7 April 2017.

Tjahjo mengatakan dalam Pasal 251 sebagai post control memang sudah dibatalkan oleh MK, namun masih ada ketentuan yang pra-control-nya. Menurut Tjahjo, Kemendagi dapat memanfaatkan batas waktu 7 hari sesuai putusan MK tersebut.

Dengan mekanisme ini, Kemendagri dapat mengontrol penerbitan perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi.

Tjahjo mengatakan Kemendagri membuat Peraturan Mendagri (Permendagri) untuk perhitungan batas waktu tujuh hari tidak dihitung sejak terima berkas.

Namun, tujuh hari dihitung sejak rancangan perda dinyatakan lengkap formil dan materiil oleh Kemendagri melalui berita acara serah terima berkas dinyatakan lengkap.

''Dengan demikian sejatinya Kemendagri sudah sejak dini mengetahui kelemahan-kelemahan dalam perda yang akan dibatalkan,'' kata Tjahjo Kumolo.

Majelis hakim MK telah membatalkan aturan kewenangan Mendagri untuk membatalkan perda. Putusan itu menyusul gugatan yang dilayangkan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) soal pasal 251 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Dalam pasal ini disebutkan bahwa perda provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh menteri.***