SELATPANJANG - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti telah meraih 8 kali predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dengan raihan tersebut tentu menunjukkan bahwa Pemkab Meranti teruji dalam pengelolaan keuangan dan penyusunan laporan keuangan.

Namun, masih menimbulkan pertanyaan dari sejumlah pihak terkait predikat WTP yang diraih Pemkab Meranti, karena adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau.

Menanggapi hal itu, Bupati Kepulauan Meranti, Drs H Irwan MSi, menjelaskan bahwa memang ada temuan, namun pihaknya sudah melaksanakan dan menindaklanjuti sesuai aturan yang telah ditentukan.

"Kalau yang jadi rujukannya itu adalah hasil pemeriksaan BPK, dan pemeriksaan BPK itu setiap tahun akan ada temuan. Tetapi setelah temuan itu disampaikan BPK itu paling lambat 6 bulan sudah harus ditindaklanjuti dan itu sudah ditindaklanjuti, sehingga akhirnya masalah itu selesai dan kita dapat WTP lagi," ungkap Bupati Irwan, saat diwawancarai sejumlah wartawan, Senin (4/5/2020) siang.

Kemudian dibeberkannya, setiap ada temuan dari BPK saat melakukan pemeriksaan dan dalam jangka waktu 6 bulan Pemkab Meranti segera menindaklanjutinya.

"Misalkan ada kerugian, berapa kerugian itu dibayarkan. Kalau ada kesalahan administrasi dan administrasinya diperbaiki," bebernya.

Kemudian, terkait yang menjadi tanda tanya bahwa tetap mendapat WTP meski ada temuan, Irwan menjelaskan bahwa yang diperiksa BPK adalah compliance atau kepatuhan dan kejujuran dalam melaksanakan APBD.

"Namun dalam pelaksanaan APBD selalu ada kelemahan-kelemahan, sepanjang kelemahan itu tidak berujung fraud artinya memang ada niat kita untuk menipu maupun korupsi dan BPK memberi waktu 6 bulan untuk diselesaikan. Dibanding kabupaten kota lain kita yang paling sedikit dan masih melalui batas-batas yang tidak fraud," jelasnya lagi.

Lebih lanjut, terkait persepsi uang kas daerah yang dipakai, Irwan menerangkan bahwa pemakaian itu diakibatkan lambatnya penyaluran dari pemerintah pusat.

"Jangan ada persepsi bahwa duet itu diambil, itu salah. Temuan BPK itu bahwa pada akhir tahun duet DR itukan mestinya Rp21 miliar, tetapi ternyata di kas daerah kita itu tak sampai Rp21 miliar. Kalau secara kas uang tersebut dipakai, kenapa uang itu dipakai karena kas daerah kita waktu itu tekor, dan kenapa kas kita tekor karena pemerintah pusat belum menyalurkan dana transfer kita. Karena kita kan punya dana DAU, DAK DBH pemerintah pusat lambat menyalurkan sehingga kita tidak punya kas untuk membayar tagihan pihak ketiga (kontraktor)," pungkasnya. ***