OLIMPIADE 2020 Tokyo boleh dibilang Olimpiade terberat bagi atlet Indonesia. Kenapa demikian? Bagaimana pun juga kasus pemaksaan mundur Timnas Bulutangkis dari ajang All England 2021 itu pasti akan meninggalkan luka atau trauma. Padahal, mereka hanya kebetulan berada dalam satu pesawat dengan salah seorang penumpang yang positif Covid-19.

Belum lagi ditambah dengan meningkatkan pandemi Covid-19 di Tanah Air belakangan ini yang berakibat Indonesia ditempatkan pemerintah Jepang masuk kategori atau Grup 1 negara dengan risiko tinggi penularan virus Covid-19 di Olimpiade Tokyo 2020 yang akan berlangsung mulai 24 Juli 2021.

Dalam dokumen pemerintah Jepang tertanggal 6 Juli tersebut ditulis Indonesia masuk kategori negara dengan potensi penyebar Covid-19 tertinggi bersama Kirgistan, dan Zambia. Ini tak lain karena jumlah kasus Covid-19 di Indonesia, khususnya varian delta, sangat tinggi.

Sesuai ketentuan yang ditetapkan, atlet dan ofisial Indonesia yang akan terbang ke Jepang harus menjalani tes Covid-19 selama tujuh hari berturut-turut menjelang keberangkatan. Dan, rombongan Kontingen Indonesia pun dilarang berangkat bersama rombongan negara lain.

Sesampainya di Jepang, seluruh atlet dan ofisial Indonesia akan menjalani tes setiap hari selama sepekan. Kontingen Indonesia pun dilarang berinteraksi dengan kontingen negara lainnya setidaknya pada tiga hari pertama setelah tiba.

Memang persoalan ini sudah coba diatasi PP PBSI pimpinan Agung Firman Sampurna dengan strategi memberangkatkan Timnas Bulutangkis Indonesia lebih awal ke Negeri Sakura tersebut. Itu sebagai antisipasi terulangnya kasus di All England 2021.

Namun, strategi itu sepertinya perlu dilengkapi. Selain terus mengingatkan terus menjaga protokol kesehatan, mental atlet juga peru diperkuat dengan siraman rohani. Ibarat menghadapi perang jika mereka yakin dengan kemampuan dan adanya lindungan Tuhan pasti akan tercapai yang diinginkannya. Apalagi, mereka datang ke Jepang dengan tugas mulia untuk membawa nama harum bangsa dan negara.

Ya, masalah mental ini memang patut mendapatkan perhatian dan tidak boleh dilupakan. Sebab, Olimpiade 2020 Tokyo ini boleh dibilang sebagai Olimpiade yang lebih kepada pertarungan mental dan keberuntungan karena pandemi Covid-19 menjadi momok yang nenakutkan seluruh atlet. Istilah lain tidak ada jaminan atlet berkualitas bisa meraih gelar juara karena pandemi Covid-19 bisa saja menerpa siapa pun.

Faktor non teknis lagi yang perlu diperhatikan Ceh de Mission. Rosan P Roeslani dan juga Presiden NOC Indonesia, Raja Sapta Oktohari adalah memberikan ketenangan bagi atlet dan pelatih.

Jika para atlet dan pelatih selama berada di Jepang mendapat perhatian masalah kesehatan, Rosan P Roeslani dan Raja Sapta Oktohari perlu mengusulkan kepada Menpora Zainudin Amali untuk membentuk Tim Gugus Tugas Covid-19 Olahraga selama pelaksanaan Olimpiade 2020 Tokyo.

Tim Gugus Tugas yang setiap saat bisa dihubungi ini akan mengurus dan memfasilitasi dan memastikan jika ada keluarga atlet dan pelatih Olimpiade positif Covid-19 mendapat perawatan dengan baik dari rumah sakit yang ditunjuk pemerintah.

Pembentukan Tim Gugus Tugas ini sepertinya bisa cepat direaliasikan karena Satgas Covid 19 yang dibentuk pemerintah melibatkan Menteri BUMN, Erick Thohir adalah mantan Kerua Umum KOI dan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang tercatat sebagai Ketua Umum PB PASI dimana dua atletnya Lalu Muhammad Zohri dan Alvin Tehuoeiory juga memperkuat Kontingen Indonesia. Semoga Merah Putih Berkibar di Negeri Sakura.

Oleh : Azhari Nasution, wartawan Gonews.co Group. ***