JAKARTA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, kembali berkomentar soal rencana pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Indonesia.

Menurut Mardani, rencana tersebut tak tepat jika dilihat dari perpsektif ekonomi, ekolog, maupun regulasi. Dokumen kajian wakil Ketua Komisi II ini pun, sempat disampaikan pada wartawan kemarin, Senin (19/08/2019).

Aspek kedaulatan negara, menjadi hal penting yang dilihat Mardani, sebagai dampak dari rencana pemindahan Ibu Kota era Jokowi (bukan wacana lawas dari dua presiden sebelumnya, Soekarno dan Soeharto, red).

Rongrongan terhadap kedaulatan negara itu, dipandang Mardani, muncul sebagai potensi dari skema pembiayaan pemindahan Ibu Kota era Jokowi saat ini yang sebagian besar mengandalkan swasta.

Dari rincian anggaran pemindahan Ibu Kota, kata Mardani, dari total estimasi biaya Rp. 466 Trilyun, 93,5% (435,4 Trilyun)-nya adalah dari sektor swasta (KPBU dan swasta). KPBU adalah Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

KPBU dan swasta, kata Mardani, diberi porsi untuk membiayai pebangunan gedung legislatif, eksekutif, yudikatif, serta sarana pendukung dan penunjangnya lainnya di Ibu Kota baru nanti.

"Ini yang dapat mengancam aspek keamanan dan kedaulatan Ibu Kota sebagai objek vital negara," ujar Mardani hari ini, Selasa (20/08/2019).

Padahal, Mardani menjelaskan, dalam Perpres No 38 tahun 2015, Pasal 5 ayat 1 tentang KPBU, sudah dijelaskan dengan rinci bahwa infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial, bukan infrastruktur politik/lembaga negara.

"Pada ayat 2 nya ada dicantumkan rincian jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan skema KPBU ini, dan tidak ada infrastruktur politik/lembaga negara," pungkas Mardani.***