PEKANBARU - Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Pencegahan Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, Kamis (23/7) untuk melakukan monitoring capaian atas target sertifikasi aset milik Pemprov Riau.

Pertemuan tersebut menindaklanjuti pembahasan yang diawali oleh Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar dan Gubernur Provinsi Riau pada Selasa (21/7) lalu di Pekanbaru.

Hadir dalam rapat monitoring dan evaluasi itu Sekretaris Daerah, Inspektur Daerah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Kepala Bidang Pendapatan dan Aset Provinsi Riau.

Penanggung jawab Satgas Koordinasi Pencegahan KPK Wilayah V Riau Andy Purwana, mengatakan pihaknya memantau secara teratur kemajuan program sertifikasi aset di wilayah Riau, khususnya aset milik Pemerintah Provinsi Riau.

''Kami mengingatkan kembali, capaian target sertifikasi aset milik Pemprov Riau belum sesuai target, masih sekitar 35 persen. Karena itu, sekali lagi kami berharap sampai dengan akhir tahun 2020 ini sertifikasi bisa di atas 50 persen,'' tegas Andy.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid, mengapresiasi pendampingan yang dilakukan KPK selama ini. Dia mengakui masih belum optimalnya pencapaian sertifikasi aset-aset tanah milik Pemerintah Provinsi Riau.

''Ada kendala dalam pengurusan sertifikat, yakni lokasi aset tanah yang tersebar luas hingga pelosok desa memerlukan anggaran relatif besar,'' ujarnya.

Besarnya anggaran untuk proses sertifikasi, sebut Yan Prana, disebabkan oleh adanya biaya setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui bank. Selain itu, katanya, diperlukan biaya untuk perjalanan dinas yang rata-rata empat kali kunjungan ke lokasi kabupaten/kota, yaitu untuk peninjauan lokasi oleh minimal dua orang, pengurusan tanah secara sporadik dan Surat Keterangan Tanah (alas hak) butuh tiga orang untuk penunjuk batas dan petugas ukur, pengukuran bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) butuh tiga orang sebagai pendamping petugas ukur BPN, dan pemeriksaan tanah dengan panitia dari BPN minimal perlu dua orang pendamping, yang lama masing-masing kegiatan rata-rata tiga hari.

Di samping itu, lanjutnya, besarnya anggaran juga disebabkan adanya beban pekerjaan fisik yang diperlukan untuk kelanjutan proses sertifikasi, seperti pembersihan lahan (saat petugas BPN melakukan pengukuran lapangan), pengadaan dan pemasangan patok batas dan jika memungkinkan pemagaran, sekaligus pengadaan dan pemasangan plank nama kepemilikan.

Sambung Yan Prana, lokasi tanah yang berada dalam kawasan Hutan Produksi Konversi dan dalam proses sertifikasi memerlukan rekomendasi untuk pelepasan kawasan hutan dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) atau instansi terkait.

''Tapi, kami sudah memiliki rencana aksi penyelesaian sertifikasi tanah, yakni sebanyak 605 persil dengan luas total 77.753.145 meter persegi, dalam rentang waktu 2020 sampai 2024, dengan rata-rata pengurusan sertifikat sebanyak 155 persil per tahun, yang akan ditangani oleh Bidang Aset BPKAD Provinsi Riau,'' ujar Yan Prana Jaya.

Dalam pertemuan itu, dia juga menyebutkan sejumlah tanah sengketa yang belum terselesaikan, yakni pemanfaatan sistem Bangun Guna Serah (BGS) tanah kawasan Riau Town Square atau RITOS seluas 55.000 m2 dengan nilai Rp146 miliar, pemanfaatan tanah di Jalan Diponegoro Pekanbaru untuk lahan hotel seluas 21.370 m2 dengan nilai Rp34 miliar, dan tanah bekas Terminal Mayang Terurai dan Pasar Cik Puan Pekanbaru seluas 22.941 m2 dengan nilai Rp35,8 miliar. 

Selain itu, ada juga tanah di Jalan Sam Ratulangi Pekanbaru seluas 6.900 m2 dengan nilai Rp8,6 miliar, tanah dan gedung bekas Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Riau seluas 5.000 m2 senilai Rp10 miliar, tanah di kawasan Kampus Universitas Riau dengan luas sengketa 176.030 m2 senilai Rp123 miliar, dan tanah bekas PT CPI Dumas dengan luas 1.006.169,21 m2 senilai Rp134 juta (sesuai nilai kuitansi ganti rugi tahun 1985).

''Kiranya saran dan masukan dari semua pihak, terutama KPK, sangat kami harapkan untuk optimalisasi upaya penertiban dan sertifikasi aset di masa mendatang,'' harap Yan Prana Jaya.***