PEKANBARU - Pengamat Pemerintahan Riau, Dr Rawa El Amady mengungkapkan selama ini mayoritas pemerintahan baik di tingkat kabupaten kota ataupun provinsi kebablasan dalam mengalokasikan anggaran untuk belanja pegawai.

Hal tersebut dia sampaikan menanggapi pemotongan gaji honorer dan rencana pemberhentian kontrak honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Wacana itu diambil Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil karena kondisi keuangan yang tengah krisis

"Seharusnya komposisi biaya pembangunan dengan biaya pegawai itu 80 persen berbanding 20 persen, tapi kenyataannya beberapa daerah komposisinya malah 40 berbanding 60 persen, termasuk di Riau," kata Dosen Pascasarjana Universitas Riau ini, Minggu (1/8/2021).

Tak hanya untuk membayar gaji ASN saja, Pemda juga mengalokasikan anggaran yang tak sedikit untuk honorer. Rawa melihat, tak jarang honorer ini menjadi tempat penampungan keluarga ASN.

"Keluarga ASN ini bisa dengan mudah masuk sebagai honorer karena dia yang punya akses, DPRD selaku pengawas juga tidak mungkin mengawasi rekrutmen honorer, karena oknum anggota DPRD juga melakukan hal yang sama melalui ASN," tuturnya.

Pun begitu, Rawa tak sepakat dengan keputusan Bupati Muhammad Adil yang ingin memotong gaji honorer sebesar 35 persen, dan selanjutnya melakukan pemutusan hubungan kerja di akhir Desember nanti.

"Miris, harusnya dia melakukan job analisis untuk menilai kebutuhan honorer dan bidang-bidang diperlukan. Jadi semuanya di nol kan, lalu dilakukan analisis job dan rekrutmen profesional. Kalau tidak ada mekanisme yang transparan, kita khawatir ini hanya untuk menggantikan orang lama ke orang-orang dia," tutupnya.

Sebelumnya, Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil kembali membuat kebijakan yang bisa dibilang kontroversial. Sebelumnya dia mengambil kebijakan akan memberhentikan sejumlah tenaga honorer karena dinilai sangat memberatkan anggaran daerah.

Namun hal itu urung dilakukan dan sebagai gantinya gaji honorer akan dipotong. Kebijakan itu pun segera terealisasi, dimana regulasi itu sudah disetujui dan ditandatangani Bupati. Di dalam Perbup itu diatur gaji tenaga non-PNS dilakukan pemangkasan sebesar 35 persen.

Besarnya porsi anggaran untuk belanja pegawai ini juga pernah disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Pemda menurutnya lebih banyak menggelontorkan dana untuk belanja pegawai dibanding belanja modal yang jelas-jelas memiliki manfaat banyak untuk masyarakat di daerah tersebut.

Pada tahun 2019 saja, rata-rata porsi belanja pegawai mencapai 34,74 persen, sedangkan rata-rata belanja modal masih rendah sebesar 20,27 persen.

"Bahkan (belanja pegawai) di daerah yang tertinggi bisa mencapai 53,9 persen, dan porsi belanja modal yang terendah hanya 7,1 persen," ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna RAPBN Tahun 2022 secara virtual, Kamis (20/5/2021) dilansir dari Kompas.com. ***