KARIMA adalah nama yang dipilihnya setelah menjadi Muslimah. Keputusan Karima menjadi mualaf mendapat penentangan sangat keras dari kedua orang tuanya, namun dia kukuh menjaga keislamannya. Begini kisahnya.

Dikutip dari Viva.co.id, Karima lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat di tengah keluarga yang tidak religius. Sang ibu tidak menyukai agama apa pun, sementara ayahnya atheis tulen.

Sejak kecil, seperti kedua orang tuanya, Karima tidak peduli dengan agama dan tidak percaya akan adanya Tuhan. Namun ketika beranjak remaja, tiba-tiba dia jadi percaya kepada Tuhan. Hingga suatu hari saat masih duduk di bangku SMA, dia mendapat tugas kelompok untuk mengumpulkan data tentang perayaan Idul Adha. Hal itu yang akhirnya membuat Karima jatuh cinta kepada Islam. 

Karima pun berpikir untuk memeluk Islam secepatnya. Namun, dia masih ingin mempelajari semua agama dulu. Setelah mencari tahu, dia tidak mendapatkan hasil apa pun. Menurutnya, semuanya nampak seperti buatan manusia.

''Saya hanya mendengar sesuatu yang mengerikan tentang Islam. Dan saya belum pernah bertemu dengan Muslim sebelumnya. Jadi, ini kejutan. Saya berpikir untuk masuk Islam, sekarang!'' tegas dia dalam video yang diunggah di Youtube Ummu TV, dikutip Viva, Kamis, 6 Januari 2022. 

Suatu hari, sepulang sekolah Karima berjalan kaki sambil membaca catatan tangan kalimat terjemahan syahadat. Kemudian di depan para tetangga, dekat gereja Mormon, dia bersyahadat. 

''Saya merasa senang dan gugup ketika bersyahadat. Karena saya tahu, saya akan diuji oleh Allah. Saya mulai belajar shalat dan serentak merasa senang mengenakan hijab. Saya punya sebuah mushaf Alquran dan informasi di ujung jari saya (gadget),'' ungkapnya.

Ujian pertama datang dari keluarga Karima. Sang ibu yang dulu pernah mengatakan akan menghargai keputusan setiap orang dalam beragama, tidak suportif. Ibunya merobek mushaf Alquran milik Karima dan melarangnya shalat.

Sang ayah mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor kepada Karima, yang sebelumnya tidak biasa dilakukan terhadapnya. Sejak itu, Karima tidak shalat dalam beberapa waktu. Kalaupun hendak shalat, dia harus sembunyi-sembunyi.

''Masalahnya orangtua saya. Ibu bilang katanya mau mendukung tapi kenyataannya tidak, terutama di awal-awal. Ibu merobek Alquran dan ayah mengeluarkan kata-kata yang menakutkan,'' ucapnya. 

Meski sang ibu tidak menerima Karima menjadi mualaf, namun iman masih tertancap kuat dalam diri Karima. Seiring berjalannya waktu, hati sang ibu kini sudah agak melunak. Sementara sang ayah masih menentang dan tidak ada kompromi.

''Ibu saya masih tidak setuju, tapi hatinya mulai melunak seiring berjalannya waktu. Ayah masih sangat menentang. Sejujurnya, jika Allah berkehendak, ia bisa menjadi Muslim yang lebih taat daripada saya,'' tutur wanita yang kini berumur 23 tahun itu.

Karima mengaku, yang membuat hatinya damai ketika menjadi Muslimah adalah, dia selalu merasa bahagia ketika dekat dengan Allah SWT melalui ibadah yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.  

''Shalat adalah momen yang menyatukan begitu banyak Muslim. Bagi saya menjadi seorang Muslim adalah kodrat saya, itu ada di jiwa terdalam saya dan menyentuh atom terkecil dari tubuh saya. Saya merasa lebih damai dan tidak stres tentang hal-hal yang tidak dapat saya kendalikan,'' kata Karima.***