IDI - Suku Mante yang menjadi viral di media sosial dan media online akhir-akhir ini, menurut Ismail Amin alias Aki Rayeuk (50) mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Daerah Lokop-Serbajadi Wilayah Peureulak (Kabupaten Aceh Timur), bukanlah cerirta dongeng.

“Suku Mante seperti yang terekam kamera Trail Aceh Besar baru-baru ini bukan cerita bohong atau dongeng belaka, namun saya sendiri di masa konflik dulu selama bersembunyi di pengunungan kawasan lokop, pernah secara langsung melihat suku Mante di kawasan tersebut,” kata Aki Rayeuk kepada GoAceh, Jumat (7/4/2017).

Aki Rayeuk mengisahkan, ketika diriya menjabat sebagai Panglima GAM Daerah Lokop–Serbajadi sejak 2001, penggunungan kawasan Lokop pedalaman Aceh Timur, telah menjadi sahabat baginya.

“Sejak 2001 saya diperintahkan Tgk Hasanusi (Panglima Wilayah Peureulak), Tgk Ridwan Abubakar (Komandan Operasi/Wakil Panglima Wilayah) dan Tgk Alm Ishak Daud (Abu Syik) untuk menjadi Panglima GAM Daerah Lokop-Serbajadi. Mulai saat itulah saya mulai menjelajahi rimba menghindari kejaran pasukan TNI,” kata ayah sembilan anak itu.

Baca: Kesaksian Pawang Uteun Soal Suku Mante

Kisah Aki Rayeuk, pertama kali dirinya meilhat suku Mante dengan matanya sendiri, ketika dirinya dengan 6 orang anggota GAM lainnya, saat di kamp persembunyian Gunung Bedari kawasan Pante Bidari Kecamatan Lokop, Aceh Timur.

“Suatu sore pada tahun 2002, bulanya saya tidak ingat lagi, saya bersama teman-teman Si Jhontak (nama sandi GAM), Kulerawan (nama sandi), almarhum Rusli dan Said alias Cerobong. Lagi santai dan berjaga-jaga di bawah sebuah pohon, kira-kira 20 meter jarak dengan kamp, tiba-tiba kami mendengar suara kreak-kreok bunyi periuk nasi di dapur umum kamp. Lalu begitu kami melihat dua orang suku Mante dalam kondisi telanjang sedang mengambil nasi di periuk kami dan nasi terbuang di dekat kamp,” kisah Aki Rayeuk.

Lanjutnya, lalu seorang teman dalam bahasa Gayo mengatakan, “lihat itu Nani kemang (suku Mante panggilan orang kita Gayo) lagi mengambil nasi kita. Suara teman kami yang agak keras tersebut mengejutkan dua orang suku Mante tersebut. Lalu, mereka langsung kabur ke belantara. Kami melihat mereka dalam kondisi telanjang dengan ketinggian kira-kira 1 meter, kami tidak tahu jenis kelamin mereka karena keburu melarikan diri,” cerita Aki Rayeuk kepada GoAceh.

Pertemuan dirinya dengan suku Mante bukan di kamp Gunung Bedari saja, namun pada 2003, dirinya dan teman-teman juga melihat sekolompok suku Mante berjumlah delapan orang sedang memetik buah kumba (seperti buah salak) dan dua orang sedang mencari kijing (kerang sungai air tawar) di sungai berdekatan Gunung Goa Keumenyan masih di kawasan pedalaman Lokop.

“Saat kami sedang menelursuri tempat persembunyian lainnya, lalu kami juga melihat sekolompok suku Mante yang sedang memetik buah kumba dan mencari kijing di sana. Saat mereka melihat kami langsung berteriak seperti suara burung dan lari menghilang ke rimba. Karena penasaran, kami mencoba melihat ke lokasi tempat yang ditinggalkan mereka, anehnya mereka lari arah selatan, bekas telapak kaki kecil mereka ke arah utara. Maksudnya terbalik kakinya,” papar Aki Rayeuk.

Bahkan, kata Aki Rayeuk pertemuan dirinya dan anggotanya saat bersembunyi di hutan menghindari kejaran aparat TNI kala Konflik Aceh dulu, ada tiga kali bertemu dengan suku Mante.

“Jadi kisah pertemuan suku Mante di Aceh Besar dengan tim trail bukanlah kisah bohong. Seratus persen suku Mante itu ada, bukan mistik dan bukan tuyul serta bukan dongeng sebelum tidur,” cetus Aki Rayeuk.

Harapanya, kepada Pemerintah Aceh untuk dapat melestarikan khazanah bangsa yang telah ada sejak zaman dahulu itu.

“Silakan buat penyelidikan tentang suku Mante, tapi harapan kita jangan ada yang mengganggu mereka, karena mereka merupakan khazanah Aceh yang patut kita jaga bersama. Mari kita jaga habitat suku Mante dan satwa liar di bumi Serambi Makkah ini dengan kita lakukan pelestarian hutan yang lebih baik di masa akan datang dan dapat kita wariskan kepada anak cucu kita,” tutup Ismail Bin Amin Alias Aki Rayeuk.