JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengatakan, bahwa pengambilan sumpah pimpinan DPD kubu Oesman Sapta Odang oleh Mahkamah Agung (MA) adalah ilegal.

Oleh karena itu, ia dan tim kuasa hukum telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menuntut agar pengadilan membatalkan pelantikan tersebut.

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli pun hari ini Rabu (24/5/2017) digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dipihak GKR Hemas sendiri megajukan Bagir Manan sebagai saksi ahli, dan pihak MA menghadirkan Yusril Ihza Mahendra.

Terkait sidang tersebut, Ketua BK DPD RI, I Gede Pasek Suardika meyakini, pihak MA akan memenangkan gugatan tersebut. "Saya sudah pelajari kisnya, ini kan soal hukum administrasi negara, saya yakin ini bakal ditolak. Dan otomatis MA menang," ungkapnya kepada wartawan di Gedung PTUN Jakarta.

Menurutnya, yang digugat pihak GKR Hemas adalah soal administrasi negara yang tidak ada relasisanya. "Jadi kalau pun ini berproses ini menjadi ilmu baru bagi saya. Karena setahu saya, sejatinya masalah ini sudah gugur, kenapa? Karena dari semua yang mempermasalahkan itu sudah hadir dalam rapat paripurna," paparnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono, yang juga hadir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, mengaku optimis sidang akan berjalan dengan baik. "Ya saya hanya mengecek saja, apakah persidangan ini berjalan. Karena ini berkaitan dengan DPD, maka saya memberikan suport, ya kita tidak boleh berandai-andai terlebih dahulu, yang jelas kita berharap ada keputusan yang terbaik," paparnya.

"Kalau soal harapan tentu saya berharap MA menang, apalagi MA juga mendatangkan pak Yusril sebagai saksi ahli. Dimana beliau juga sudah tidak diragukan lagi, kita semua tau beliau sangat mumpuni dalam soal hukum tata negara," tandasnya.

Diapun berharap, dengan proses hukum yang berjalan, agar semua pihak menerima apapun keputusannya nanti. "Supaya masalah ini cepat selesai, kita juga bisa bekerja dengan tenang dan dapat kembali melayani masyarakat. Kita bekerja untuk siapa sih? Kalau bukan untuk rakyat," pungkasnya.

Sebagai informasi, kisruh DPD ini bermula saat MA mengeluarkan putusan atas perkara uji materi peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib (Tatib) terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. MA mengabulkan gugatan para pemohon dan mencabut peraturan tersebut.

Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 salah satu poinnya adalah pemotongan masa jabatan pimpinan DPD, dari lima tahun menjadi 2,5 tahun. Oleh karena MA mengabulkan gugatan, maka masa jabatan pimpinan DPD menjadi lima tahun.

Dalam sidang paripurna DPD 4 April 2017, seharusnya Sekjen DPD membacakan putusan MA soal masa jabatan pimpinan DPD menjadi lima tahun. Karena tak dibacakan, akhirnya DPD memilih pimpinan baru sesuai hasil kesepakatan rapat paripurna sebelumnya.

Dalam memilih pimpinan baru itu, Oesman Saota Odang alias OSO terpilih menjadi ketua DPD RI secara aklamasi. Pun menetapkan Damayanti Lubis dan Nono Sampono sebagai Wakil Ketua DPD RI mendampaingi OSO. ***