TAHUN 2030 diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) diprediksi mencapai 68 persen dari total populasi dan angkatan tua (65 ke atas) sekitar 9 persen. Penduduk usia produktif mendominasi populasi dan menjadi penyangga perekonomian.

Kunci menghadapi bonus demografis telah disiapkan Pemerintah dengan membangun sumber daya manusia yang andal dan terjaga kesehatannya. Hal itu selarasa dengan Prioritas Pembangunan Pemerintah bidang Sumber Daya Manusia tahun 2019 ini.

Plt Direktur Jenderal Informas dan komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti menyatakan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi demografi. Salah satunya dengan melakukan pencegahan Stunting atau gizi kronis.

"Perlu diketahui, tahun 2030 diperkirakan Indonesia akan mengalami bonus demografi. Namun, potensi itu menjadi sia-sia apabila SDM mengalami Stunting. Bisa dikatakan, jika seseorang telah terkena stunting, maka mereka kalah sebelum ikut kompetisi," ujarnya.

Cegah Stunting.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis menahun sejak dari awal kehamilan. Penyebab stunting sekitar 30 persen masalah kesehatan, dan 70 persen masalah non kesehatan.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskedas) tahun 2018, angka stunting di Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,4 persen, dari angka 37,3 persen tahun 2013, menjadi 30,8 persen di tahun 2018.

Meski demikian, balita dengan stunting masih ditemukan di pedesaan. Hanya ada satu Provinsi yang tidak mengalami kasus gizi kronis yakni DKI Jakarta.

 

Rosarita Niken Widiastuti menyatakan, Pemerintah serius melakukan kampanye untuk mengurangi prevelensi stunting atau gizi korinis. "Prsiden Joko Widodo juga mengatakan, pemerintah terus bekerja memastikan bahwa, setiap anak Indonesia dapat lahir dengan sehat, dapat tumbuh dengan gizi yang cukup, bebas dari stunting atau tumbuh kerdil," tandas Niken.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013, tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, terdapat 13 Kementerian dan lembaga yang sesuai tugas pokok dan fungsinya melakukan pencegahan stunting.

Namun demikian, untuk percepatan penanganan dan pencegahan stunting saat ini telah terlibat 22 Kementerian/lembaga. Bahkan Pemerintah sampai tahun 2019, telah menetapkan 160 Kabupaten/Kota yang menjadi daerah prioritas penanganan stunting, yang melingkupi 1.600 desa.

Dua Jalur Kebijakan.

Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai upaya untuk menurunkan prevalensi stunting. Kerja keras pemerintah itu dapat dikelompokkan ke dalam dua intervensi dalam dua skema kebijakan.

Pertama, intervensi sepsifik atau gizi dalam melakukan pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak suplementasi gizi, pemberian tablet darah dan konsultasi.

Selama tahun 2018, Pemerintah telah memberikan makanan tambahan (PMT) untuk meningkatkan status gizi anak.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, 796 ribu balita dan 725 ribu ibu hamil yang mendapatkan PMT. Selain itu, pemerintah juga melakukan surveilans gizi serta Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) di 514 Kabupaten/Kota. Secara khusus, Pemerintah juga memberikan perhatian untuk ibu hamil dan balita kurus di Papua dan Papua Barat.

Kedua intervensi sensitif atau non gizi seperti penyediaan sanitasi dan air bersih, lumbung pangan alokasi dana desa, edukasi dan sosialisasi.

Selama tahun 2018, pemerintah telah membangun sanitasi berbasis lingkungan di 250 Desa pada 60 kabupaten dan kota. Sasarannya kepada warga miskin agar terjadi perubahan perilaku, terutama di desa yang tingkat prevalensi stunting nya tinggi. Bahkan pemerintah telah mengalokasikan anggaran setiap desa sebesar Rp100 juta. Target minimal 20 kepala keluarga (KK) terlayani jamban idividu sehat dan cuci tangan pakai sabun.

Dalam 4 tahun terakhir, pemerintah juga telah membangun instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Tempat Pengolahan Air (TPA) dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas). Berdasarkan data Kementerian PUPR pada tahun 2018, sebanyak 9,7 KK telah memanfaatkan infrastruktur itu. Namun demikian persoalan sanitasi bukan hanya masalah infrastruktur melainkan pola perilaku hidup sehat dan bersih.

Genjot Kampanye.

Pemerintah juga bekerja keras untuk melakukan perubahan perilaku masyarakat melalui kampanye. "Ini masa depan anak bangsa, kita pemerintah dan masyarakat berjibaku terus melakukan penurunan prevalensi stunting atau kekurangan gizi kronis ini," jelas PLT Direktur Jenderal informasi dan Komunikasi Publik Rosarita Niken Widiastuti.

Sementara itu, direktur Infokom Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ditjen IKP, Wiryanta menyatakan, Kementerian Kominfo berupaya melakukan kampanye total untuk menurunkan prevalensi stunting tersbeut.

"Kominfo sesuai amanat Ratas sebagai koordinator kampanye nasional. Kami melakukan kampanye menggunakan berbagai media, TV, Radio, Media cetak, online, medsos sampai pertunjukan rakyat dan forum," jelas Wiryanta.

Kampanye diprioritaskan untuk kawasan yang memiliki angka prevalensi stunting relatif tinggi. "Pada tahun 2018 pada cakupan wilayah pada daerah prioritas sekitar 100 kabupaten dan kota sudah kami lakukan. Untuk tahun 2019 sebanyak 60 kabupaten kota sudah mulai beberapa daerah seperti, Kediri Bangka dan Buleleng," jelasnya.

Kampanye yang dilakukan Kementerian komunikasi dan Informatika diarahkan untuk membangun kepedulian, pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam membantu mengurangi gizi buruk.

"Kita mempunyai gerakan sosial 3P, yaitu Peduli, Pahami dan Partisipasi. Hal ini bisa membantu mengurangi keberadaan gizi buruk," ungkap Wiryanta.

Salah satu Prioritas pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 difokuskan pada penurunan prevalensi balita pendek atau stunting. Pemerintah kini terus berupaya agar masyarakat bisa ikut aktif dalam menurunkan angka prevalensi stunting.

Cara termudah kata dia, adalah dengan 3P, yaitu pertama peduli, mulai peduli lingkungan sekitar Lihat kondisi balita di keluarga atau lingkungan sekitar. Kedua pahami, carilah informasi sebanyak mungkin melalui media apapun tentang stunting atau kekurangan gizi kronis ini.

"Terakhir partisipasi, berikan informasi yang benar pada keluarga dan edukasi masyarakat sekitar Anda," tutupnya.(ADV)