JAKARTA - Menteri Sosial Juliari Batubara mengungkapkan, data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang merupakan amanat dari Undang-Undang 11/2019 sudah ada di kementeriannya dan bisa dijadikan rujukan bagi mitra kerja dalam setiap program-program perlindungan sosial.

"Jadi ini adalah big data potret kesejahteraan masyarakat Indonesia," kata Juliari di Senayan, Jakarta, Kamis (19/11/2020).

Proses pendataannya, kata Juliari, dimulai dari daerah, pemerintah daerah yang memperbarui secara berkala data kesejahteraan masyarakat mereka. Hal ini sesuai dengan amanat UU tersebut.

"Setiap hari data ada yang masuk, cuma proses penetapannya tiap 6 bulan. Ini kan data sifatnya dinamis, kadang dari beberapa daerah masuk, tapi penetapannya setiap 6 bulan," kata Juliari.

Alur pendataan dari bawah ke atas atau dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat ini, juga merupakan tuntutan otonomi daerah. Sehingga, kata Juliari, "Kemensos tidak boleh langsung melakukan update sendiri tanpa melibatkan daerah,".

Jika mekanisme demikian dianggap perlu diubah, kata Juliari, "ya rubah UU-nya dan kita lupakan saja daerah. Nggak usah lewat daerah tetapi langsung semua (dikerjakan di pusat dari awal, red)".

"Kita juga siap, tetapi kan nggak seperti itu. Kenapa? (Karena, red) kita masih menganut otonomi daerah," kata Juliari.

Sejauh ini, Juliari menjelaskan, DTKS yang ada di Kemensos tersebut, telah memuat 40% populasi termiskin, dengan standart kemiskinan yang juga digunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Standart kemiskinan yang digunakan memang tidak sama dengan standart Bank Dunia, dan kewenangan untuk menetapkan standart mana yang digunakan adalah kewenangan Bapennas/Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI.

Sebagai big data kesejahteraan sosial, kata Juliari, DTKS yang ada saat ini telah memuat lebih dari 45 atribut untuk setiap keluarga yang terdaftar.

"(Per, red) Satu keluarga, jadi di data kami, ada 29 juta keluarga, 1 keluarga atributnya 45, dari mulai nama sampai jenis ternak yang dia miliki, dari mulai nomor KTP sampai jenis dinding yang dia punya di rumahnya," kata Mensos.

Tahun depan, Juliari mengungkapkan, mengingat sudah disetujui juga oleh komisi VIII, Kemensos akan menaikkan prosentase popolasi termiskin dari 40% menjadi 60%.

"Kita sudah dibantu oleh Komisi VIII, ada anggarannya untuk tahun depan. Sehingga tahun depan di semester ke-2, dengan bekerjasama dengan BPS, kita akan punya data yang isinya 41 juta keluarga yang termiskin di Indonesia. Yang termiskin itu belum tentu miskin banget, karena ada ranking-nya nanti kita ranking," kata Juliari.***