SELATPANJANG - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Meranti, Riau telah menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi Alat Kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepulauan Meranti.

Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti Budi Raharjo SH MH, melalui Kepala Seksi Intel, Zia Ul Fattah Idris SH membenarkan bahwa kasus yang ditengarai melibatkan sejumlah pejabat di Kabupaten termuda di Propinsi Riau itu sudah dihentikan. 

Kepala Seksi Intel itu beralasan, dari hasil penyelidikan atas proyek senilai Rp15 miliar tersebut pihaknya tak menemukan adanya kerugian negara. Adapun pengurangan spesifikasi dalam Contract Change Order (CCO) juga tidak ada masalah.

"Sudah dihentikan, tak ada kerugian negara yang kita temui. Pengurangan spek di dalam CCO pun tidak ada masalah," ungkapnya Rabu (24/7/2019).

Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes di RSUD Kepulauan Meranti masuk dalam penanganan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Meranti.

Sudah ada beberapa orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan. Menurut informasi, dalam perkara ini diketahui ada keterlibatan sejumlah pegawai yang bekerja di RSUD Kepulauan Meranti. Termasuk beberapa dokumen juga telah disita.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kepulauan Meranti, Robby Prasetya mengatakan sudah enam orang yang dipanggil sebagai saksi termasuk 

Mantan Direktur RSUD Kepulauan Meranti yang dijabat oleh drg Ruswita yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti. 

"Sampai saat ini sudah enam orang yang kita panggil untuk dimintai keterangan termasuk mantan direktur RSUD yang sudah dua kali kita panggil. Mereka itu diantaranya PPTK, Bendahara, Kasubag TU dan pegawai Dispenda," ungkap Robby, Kamis (31/1/2019).

Informasi yang diterima, dugaan korupsi pada kegiatan pengadaan Alkes RSUD Kepulauan Meranti yang ditanggani oleh tim penyidik Kejari Meranti itu bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). 

Untuk pagu anggaran sebesar Rp 15 milliar tahun anggaran yang diusulkan dan disetujui pada 2015 silam. Namun setelah disetujui anggaran yang dinantikan tidak kunjung dicairkan oleh pemerintah pusat. 

"Pagu yang diusulkan tidak dicairkan oleh pemerintah pusat ketika itu. Padahal spek sudah dihitung, dan klop dengan pagu anggaran yang telah disetujui," ungkap sumber yang tidak ingin diketahui identitasnya.

Namun anggaran yang telah disusun tidak kunjung diterima pada tahun 2015. Baru pada tahun 2016 pemerintah pusat melakukan pencairan terhadap kegiatan tersebut sebesar Rp 12 milliar. 

Menyesuaikan dengan besaran anggaran yang telah disediakan, diungkapkannya pihak RSUD dikala itu disinyalir merubah spek Alkes yang telah mereka susun sebelumnya. 

"Dampak dari pengurangan spesifikasi kegiatan, Pihak RSUD membeli Alkes yang tidak laik sehingga banyak yang tidak bisa digunakan. Makanya timbul dugaan tindak pidana korupsi di kegiatan itu," ungkapnya.***