JAKARTA - Surat Perintah Kapolda Bengkulu Nomor: Sprim/1389/VIII/PAM.3.3./2019, yang berencana menurunkan 280 personil pada Senin (19/8/2019) bila ditujukan untuk memberikan bantuan pengamanan bagi kepentingan 'Trio Bersaudara' yaitu Dinmar Najamudin, Agusrin Maryono Najamudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin yang akan melakukan pengambilalihan secara melawan hukum di lapangan tambang batu bara PT. Bara Mega Quantum, dinilai merupakan bentuk keberpihakan kepada salah satu pihak yang bersengketa, yang dapat  menjadi preseden buruk yang merusak citra kepolisian Republik Indonesia.

Kerena pebantuan pengamanan diberikan kepada pihak yang tidak berhak, yang diduga telah melakukan dugaan tindak pidana pemalsuan akte otentik kepemilikan PT. Bara Mega Quantum, secara berkelanjutan. Hal ini sama artinya Polda Bengkulu membantu pelaku kejahatan perampokan tambang batu bara milik orang lain. 

Demikian Eka Nurdianty Anwar, S.Si.M.Pd.Si, Branch Manager PT. Bara Mega Quantum kepada wratawan di Jakarta, Senin (19/8/2019), dalam siaran persnya. "Kami mohon agar Kapolri berkenan mengingatkan Kapolda Bengkulu agar bersikap independen dan profesional, menjadi pengayom serta pelindung masyarakat dengan tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa," tukas Eka.

Eka Nurdianty Anwar menjelaskan, pokok pangkal permasalahan tambang  itu bermula ketika Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, Ir. H. Ahyan Endu, sebagai penyelenggara negara melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum, dengan modus mengakui surat palsu SK   NO. 267 tahun 2011, yang seolah-olah diterbitkan oleh Pemda Kab. Bengkulu Tengah untuk kepentingan pihak Dinmar Najamudin dan kawan-kawan. Padahal selain tidak tercatat di Dirjen Minerba Kementerian ESDM, SK NO. 267 tahun 2011 tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh Pemda Kab. Bengkulu Tengah. 

Berdasarkan SK fiktif itu, Kadis ESDM memberikan legalitas kepada pihak yang tidak memiliki hak yakni Dinmar Najamudin dan kawan-kawan untuk menambang dan menjual batu bara mlik PT. Bara Mega Quantum di di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu. Sejatinya, pemilik  atas 90% saham pada PT. Bara Mega Quantum, adalah Nurul Awaliyah, berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS Luar Biasa Terbatas PT. Bara Mega Quantum, yang termuat dalam Akta No. 12 tanggal 27 September  2010, dan Akte Nomor: 35, tertanggal 21 Februari 2011 yang dibuat di hadapan Mufti Nokhman, SH, Notaris di Kota Bengkulu.

Dan mendapatkan legalitas untuk menambang, berdasarkan IUP Operasi Produksi Nomor: 339/tahun 2010, tanggal 01 Desember 2010, yang ditandatangani Drs. H. Asnawi A. Lamat, M.Si, selaku Bupati Bengkulu Tengah, perusahaan tambang batu bara PT. Bara Mega Quantum adalah milik Nurul ALawiyah. "Biar nanti penyidik KPK yang akan memeriksa terhadap kemungkinan adanya unsur pemberian suap dibalik keberanian Ir. H. Ahyan Endu melakukan perbuatan melawan hukum dengan melegalisasikan praktek illegal mining tersebut," ujar Eka Nurdianty Anwar.

 Apalagi menurut Eka, berdasarkan tindak lanjut rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi berupa hasil Berita Acara Rekonsiliasi tanggal 28 Juli 2016 Dinas ESDM Prov Bengkulu pada era dijabat oleh Hermsyah Burhan, pemiliki dan Dirut PT. Bara Mega Quantum yang diakui adalah Nurul Alawiyah.

Dalam perkembangannya kemudian, setelah Kadis ESDM Prov. Bengkulu dijabat Ir. H. Ahyan Endu legalitas menambang dimanipulasi secara tanpa hak berubah menjadi nama Dinmar Najamudin, yang pada tanggal 13 Agustus 2011,  Mufti Nokhman, SH selaku notaris bersama-sama Yuan Rasugi Sang, SH dan Dinmar Najamudin melakukan dugaan tindak pidana Pemalsuan dan Memberikan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik, sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 KUHP dan 266 KUHP. 

Hal itu berdasarkan alat bukti surat berupa Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011. Di dalam Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut diatas, yang diterbitkan oleh notaris Mufti Nokhman, SH, terdapat keterangan palsu yang dituangkan, seolah-olah telah terjadi peralihan dan pemberian hibah sebanyak 1800 (seribu delapan ratus) atau seluruh saham milik PT. Borneo Suktan Mining, yang ada pada PT. Bara Mega Quantum kepada Yuan Rasugi Sang, SH.

"Sudah barang tentu pembuatan Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut, merupakan perbuatan melawan hukum perdata dan pidana, karena dibuat tanpa adanya kehendak, keinginan dan persetujuan kami Nurul Awaliyah sebagai pemilik saham yang sah," ujarnya.

Atas terjadinya dugaan tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh Notaris Mufti Nokhman, SH, Yuan Sarugi Sang, SH dan Dinmar, Najamudin, Nurul Awaliyah pada tanggal 12 September 2011, melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, berdasarkan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/360/IX/2011/BARESKRIM, dan menggugat secara perdata melalui pengadilan negeri Bengkulu pada tanggal 12 Oktober 2011, dibawah Register Nomor: 23/Pdt.G/2011/PN.Bkl.

Namun di tengah-tengah pemeriksaan perkara pidana di Bareskrim Polri dan perkara perdata di pengadilan, pihak Dinmar Najamudin dan kawan-kawan meminta perdamaian. Akhirnya pada tanggal 21 Juni 2013, Nurul Awaliyah, Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin sepakat dan setuju dengan itikad baik untuk mengakhiri perselisihan atau permasalahan hukum  diantara para pihak  secara pidana maupun perdata, dengan menandatangani Perjanjian Perdamaian, sebagaimana bukti surat berupa Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh Jimmy Tanal, SH, M.Kn, Notaris pengganti dari Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn. 

Berdasarkan Akte  Perjanjian Perdamaian tersebut, para pihak setuju dan bersedia untuk menghentikan perkara pengadilan yang masih berjalan dalam proses ke Mahkamah Agung dan Pencabutan Laporan Polisi di Bareskim Polri. Sesuai kesepakatan yang tertuang dalam isi Perjanjian Perdamaian, pihak Dinmar Najamudin setuju dan bersedia membayar, memberikan, atau mengembalikan uang sebesar Rp. 17.000.000.000,- (tujuh belas mikyar rupiah) kepada kami, Nurul Awaliyah, sebagai kompensasi atau uang pengganti yang telah kami keluarkan, dengan ketentuan sebagai berikut: 

1) Bahwa Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) sudah dibayar pertanggal 26 Maret 2013, sisanya Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) dibayar dengan syarat:  Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) dibayarkan setelah ada bukti pencabutan Laporan Polisi di Bareskrim Polri, Rp. 4.500.000.000,- (empat milyar lima ratus juta rupiah) dibayar berupa batubara, dan Rp. 8.500.000.000,- (delapan milyar lima ratus juta rupiah) dibayar berdasarkan fee produksi.

Pada tanggal 28 Maret 2013, dalam rangka mematuhi Perjanjian Perdamaian, Nurul Awaliyah dengan penuh itkad baik membuat surat Pencabutan Laporan Polisi ke Dirtipidum Bareskrim Polri, terhadap LP No. TBL.360/IX/2011/BARESKRIM tertanggal 12 September 2011, sesuai surat Nomor: 011/BSH-1.0/IV/2013. Pada tanggal 16 Oktober 2013, Dirtipidum Barerkrim Polri, Brigjen Pol Drs. Herry Prastow, SH, M.Si menandatangani Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/20 B/Subdit-V/2013/Dirtipidum tentang Penghentian Penyidikan atas perkara pidana terkait dengan keterangan palsu dalam akte otentik tentang hibah 1800 lembar saham PT. Borneo Suktan Mining pada PT. Bara Mega Quantum kepada Yuan Rasugi, SH, sesuai alat bukti surat berupa Akte Nomor 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011, yang dibuat Notaris Mufti Nokhman, SH dan kawan-kawan. 

Dalam pertimbangan diterbitkannya Penghentian Penyidikan atas perkara pidana murni yakni pemberian keterangan palsu terkait  dengan hibah 1800 lembar saham PT. Borneo Suktan Mining pada PT. Bara Mega Quantum kepada Yuan Rasugi, SH, disebutkan karena 'pelapor telah mencabut pengaduannya'.

"Sementara itu berdasarkan Laporan Hasil Gelar Perkara di Karo Wassidik Bareskrim Polri,  atas  LP No. TBL.360/IX/2011/BARESKRIM tertanggal 12 September 2011 tersebut, terhadap para terlapor, Dinmar Najamudin dan kawan-kawan dinyatakan potential suspect  untuk ditetapkan sebagai tersangka, mengingat seluruh unsur pidana yang dipersangkan telah terpenuhi. Hal ini didukung oleh pendapat hukum Ekawaty Kristianingsih, SH, MH, seorang ahli yang sangat kredible  dari STIK yang menjadi salah seorang peserta gelar," papar Eka.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tanggal 22 September 2013 terdapat putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013, dengan amar putusan antara lain dinyatakan, 'mengabulkan permohonan perdamaian dari Nurul Awaliyah, Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin', serta 'menghukum untuk mematuhi dan melaksanakan Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dalam Akta Perdamaian yang telah Disepakati Bersama, yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Jimmy Tanal, SH, SH, MKn notaris pengganti Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn pada tanggal 21 Juni 2013 di Jakarta'. 

Pada tanggal 7 Desember 2015 terdapat Penetapan Nomor: AM/23/Pdt.G/2011/PN.Bkl yang pada intinya diberikan tegoran/aanmaning kepada  Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin, agar melaksanakan sendiri putusan perkara Nomor: 23/Pdt.G/2011/PN.BKL jo putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013 jo Akte Perjanjian Perdamaian, sesuai Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Jimmya Tanal, SH, M.Kn, Notaris pengganti dari Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn di Jakarta, tanggal 21 Juni 2013.

Namun pada tanggal 21 Februari 2018, alih-alih melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian sesuai Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn, selain ingkar janji dengan tidak melaksanakan kesepakatan, melakukan kembali pidana pemalsuan, Dinmar Najamudin dan kawan-kawan malah mengkriminalisasi Nurul Awaliyah, dengan membuat laporan polisi ke Polda Bengkulu, sesuai LP Nomor: LP-B/218/II/2018/Siaga SPKT III, memakai persangkaan palsu yakni penipuan dan penggelapan, yang ironisnya mendapatkan pebantuan dari oknum penyidik dan JPU Kejati Bengkulu. 

"Persangkaan palsu  yang direkayasa oleh Dinmar Najamudin dalam laporannya, pada intinya Nurul Awaliyah dituduh melakukan penipuan dan penggelapan, terkait penerimaan uang sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), padahal uang mana merupakan pengejawantahan dari  kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Perdamaian, sesuai Akte Nomor: 105, halaman 12, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn; yang telah mendapat penguatan dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013," ungkapnya.

Dia menegaskan berdasarkan fakta dan hukumnya,  yang telah diuraikan di atas maka adalah sangat nyata kalau penetapan  Nurul Awaliyah sebagai tersangka adalah bertentangan hukum, tindakan yang semena-mena (obuse of power) dan kesesatan dalam menjalankan hukum acara pidana (misbruik van rect process) yang karenanya menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta tidak ada bukti permulaan yang kuat.

Menurutnya Eka perbuatan melawan hukum pidana dalam upaya merampas dan menguasai tambang batu bara  PT. Bara Mega Quantum milik Nurul Awaliyah oleh Dinmar Najamudin diulangi kembali, dan telah dilaporkan pula ke Polda Bengkulu, berdasarkan Tanda Bukti Lapor  Nomor Pol: LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II, tanggal 26 Februari 2018. Terhadap LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II tersebut, berdasarkan Laporan Hasil Gelar Perkara tanggal 6 Juni 2018, peserta gelar merekomendasikan agar perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan. 

“Namun pemeriksaan di Dirkrimum Polda Bengkulu hingga hari ini jalan ditempat. Ironisnya perampasan tambang batu bara milik Nurul Alawiyah selain didukung oleh Ir. H. Ahyan Endu selaku Kadis ESDM Prov. Bengkulu juga dibantu oleh oknum aparat penegak hukum dalam sebuah demonstrasi praktek mafia hukum yang kasar. Hari Rabu ini kami akan laporkan ke KPK. Puncak perampasan tambang dirisaukan terjaadi hari ini dengan beredarnya Surat Perintah Kapolda Bengkulu Nomor: Sprim/1389/VIII/PAM.3.3./2019, yang berencana menurunkan 280 personil," pungkasnya.

Hingga saat ini pihak Polda Bengkulu maupun Dinmar Najamudin belum memberikan klarifikasi.***