JAKARTA - Tahu dan tempe sempat hilang di pasaran. Produsen mogok produksi di awal tahun, dan baru mulai berproduksi pada Senin (4/1/2021). Tapi harga jual tahu tempe menurut Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), naik 25 persen guna mengimbangi tingginya harga kacang kedelai impor.

Bagi ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, fenomena tersebut merupakan catatan merah untuk pemerintah di awal tahun 2021. Pemerintah harus berbenah dengan melakukan:

1) Mendasarkan kebijakan pangan nasional pada data yang kuat dan mengikat seluruh pemangku kepentingan.

2) Kembali meningkatkan produksi kedelai lokal dan mengendalikan kedelai impor.

3) Optimalisasi penggunaan Dana Desa untuk mengembangkan potensi desa. Dalam hal ini, Anis menyinggung sejarah swasembada kedelai pada 1992.

4) Perbaikan tata niaga kebutuhan pangan dan memperhatikan pentingnya kolaborasi aktif antara Kementerian dan Lembaga terkait, untuk menciptakan stabilitas harga pangan. Anis menekankan pencegahan fenomena tahu tempe kali ini terjadi kemudian hari terhadap beras, telur, daging, cabe, bawang dan masih banyak produk pangan lainnya.

5) Penindakan tegas terhadap spekulan yang melakukan praktik penimbunan. Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus mencabut Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan tanpa kecuali.

"Sanksi tegas ini menjadi pelajaran atau shock therapy bagi para spekulan agar tidak lagi melakukan aksi penimbunan karena dapat menyebabkan harga menjadi tidak wajar," kata Anis yang juga duduk di Komisi XI DPR RI itu dalam rilis, Rabu (6/1/2021).***