PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau, Indra mengungkapkan sampai hari ini pihaknya baru merealisasikan anggaran Covid-19 sebesar 49,02 persen dari total Rp 477 Milyar.

Diceritakan Indra, anggaran Rp 477 Milyar ini merupakan hasil penggeseran anggaran sebanyak 4 kali, terakhir Pemprov mendapat tambahan dana operasional penangan Covid-19 dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 3 Milyar. Sebelumnya, anggaran yang disiapkan adalah Rp 474 Milyar.

Anggaran ini dipakai untuk tiga pos, yakni untuk penanganan kesehatan yang dititipkan di Dinas Kesehatan dan RSUD, Pemulihan ekonomi di Dinas Perdagangan dan Koperasi, dan terakhir anggaran jaring pengaman sosial atau Social Safety Net.

Indra mengaku, realisasi ini cukup lambat mengingat penggeseran anggaran sudah dilakukan sejak beberapa bukan yang lalu. Lambatnya realisasi dikarenakan adanya kehati-hatian dari pemerintah dalam merealisasikan anggaran.

"Kenapa realiasasinya sedikit? Karena teman-teman hati-hati dan terus berkonsultasi dengan pihak terkait, sehingga tidak berdampak di kemudian hari," kata Indra di acara diskusi "Evaluasi APBD 2020 Akibat Dampak Pandemi Covid-19 di Provinsi Riau" yang diselenggarakan oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Kamis (10/9/2020).

Indra membenarkan jika memang anggaran ini belum terekspose secara penuh, namun sedikit banyaknya Pemprov sudah menyampaikan transparansi anggaran kepada Fitra dan juga DPRD Riau.

"Kami membuka diri untuk ada yang mau informasi terkait penganggaran," tuturnya.

Sementara itu, Deputi Fitra Riau, Tarmizi mengatakan, pihaknya sangat terbatas dalam mengakses data, bahkan Fitra harus mengakses data di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terhadap laporan keuangan yang sudah dilaporkan Pemprov ke Kementerian.

Menanggapi realisasi anggaran yang baru mencapai 49,02 persen dikarenakan kehati-hatian, Fitra menilai hal itu kurang tepat. Pasalnya, dalam konteks bencana harusnya semua bisa dilakukan dengan cepat. 

"Publik patut mencurigai jika ada pengelolaan anggaran yang tidak transparan sehingga ada potensi penyelewengan. Anggaran besar ternyata tak berdampak pada penanganan Covid-19," ujarnya.

Lambatnya realisasi ini berdampak pada ketidakpatutan masyarakat kepada imbauan pemerintah untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan. Semua dikarenakan, masyarakat belum merasakan anggaran Covid-19 ini.

"Anggaran pemulihan ekonomi saja hanya Rp 25 milyar, itu sama sekali belum terealisas karena kesalahan data dan sebagainya. Masalah data ini masalah yang sudah lama, bahkan sekarang kami melihat tidak ada data yang bisa dijadikan landasan saat kondisi darurat begini. Ini pandemi sudah 6 bulan, kok data belum juga selesai juga," jelasnya.

Sedangkan Anggota DPRD Riau Fraksi PAN, Ade Hartati menjelaskan, ketidakmampuan Pemprov Riau dalam merealisasikan anggaran Covid-19 akan menimbulkan dampak-dampak yang lebih besar. 

"Ini kalau tidak hati-hati pada manajemen bencana, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita akan makin turun. Saya berharap Pemprov hanya berfikir satu langkah, tapi harus dua dan tiga langkah kedepan. Angka pendidikan kita sekarang sudah 7,8 tahun, artinya tidak sampai tamat SMP. Belum lagi kasus stunting yang Riau sudah masuk zona merah," tutupnya.***