PEKANBARU - Bakal Calon Walikota Dumai, Edi Sepen mungkin tak pernah mengira nasibnya akan seperti hari ini, mengingat masa kecilnya yang jauh dari kelompok elite-elite politik.

Namun, faktanya hari ini ia hampir dipastikan akan bertarung dengan tokoh-tokoh ternama di Kota Dumai dalan Pilwako Dumai 2020 mendatang.

Kepada GoRiau.com, Edi bercerita masa kecilnya yang harus hidup di tengah semak belukar pasca kepindahan ayahnya dari Sumatera Utara ke Balam, Rokan Hilir.

Waktu awal kepindahannya ke Balam, Edi bersama keluarganya membuka lahan sendiri, dan kemudian mendapatkan penghasilan dari kebun tersebut.

GoRiau Edi Sepen sewaktu menjabat seb
Edi Sepen sewaktu menjabat sebagai anggota DPRD Dumai.

Dikatakan Anggota DPRD Dumai 2014-2019 ini, ia bersama enam orang saudaranya harus merantau ke Riau untuk menyambung hidup berbekal gaji pensiunan ayahnya yang seorang veteran, M Jhon Panggabean.

"Saya anak seorang petani yang pensiunan veteran. Kami bersaudara cukup banyak. Ayah saya menggantungkan hidup dari gaji pensiunan ayah," kata Edi, Minggu (19/7/2020).

Putus kuliah karena kondisi biaya

Pun begitu, Edi bersyukur masih sempat merasakan dunia perkuliahan meski hanya sampai semester 3. Selanjutnya, ia memilih bekerja sebagai buruh selama 10 tahun.

Padahal, waktu itu, Edi merupakan satu-satunya siswa SMA dari Sedinginan, Rohil yang bisa lulus ke Universitas Riau. Ia tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi.

Waktu itu ia bekerja di perusahaan Caltex yang mana tugasnya merambah hutan di kawasan Riau ini, ia bersama buruh yang lainnya mencari sumber-sumber sumur minyak bumi.

"Saya kerja di bidang eksplorasi, semua hutan di Riau ini mungkin sudah saya datang," tuturnya.

Pilihannya menekuni pekerjaan itu, lanjut Edi, didasari keinginannya untuk mencari modal untuk bisa bertarung hidup di Batam, yang mana waktu cukup booming sebagai kota perdagangan internasional.

Takdir berkata lain, ia kemudian diajak menjadi seorang guru tembak di Cepu, Blora, Jawa Tengah dengan modal sertifikat. Ia kemudian dikontrak untuk mengajar teknik seismik. Sampai habis kontrak di tahun 2002.

Selama masa pekerjaan itu, ia meninggalkan anak istrinya di Dumai, dan pulang sekali dua bulan. Karena sistem kerjanya 6 minggu kerja dan libur 3 minggu.

Mendirikan sekolah berbekal kayu sempengan

Pada waktu itu ia sudah mengumpulkan uang dan memiliki aset berupa lahan di Dumai, tepatnya Gurun Panjang, Bukit Kapur, Dumai di tahun 1993.

"2002 saya habis kontrak, saya fokus bertani saja. Tapi dari sana saya tengok sekolah belum ada di Gurun Panjang, jadi kalau ada yang mau sekolah harus menempuh jalan 12 km. Apalagi kalau anaknya perempuan menempuh jalan segitu ke SMPN 5. Bagi yang takut, akhirnya tak melanjutkan sekolah," jelasnya.

Barulah pada tahun 2003, ia mengumpulkan warga sekitar dan menyampaikan niatnya membangun sekolah. Ternyata respon warga cukup bagus sehingga bersama warga ia membangun sekolah tingkat SMP.

Diawal-awal operasional sekolah, SMP ini harus menumpang di SD. Kemudian ia berinisiatif membangun sekolah sendiri dengan modal kayu sempengan, yakni sisa-sisa kayu Somel.

Dua tahun sekolah berjalan, tepatnya tahun 2005, Chevron memberikan bantuan terhadap pembangunan sekolah.

Selama menjalankan operasional sekolah, Edi diberi amanah untuk menjabat sebagai Kepala Sekolah. Disamping itu, ia mengambil kuliah untuk mendapatkan gelar Sarjana.

Akhirnya pada tahun 2007, berkat perjuangannya dan masyarakat sekitar, sekolah tersebut akhirnya berhasil dijadikan sekolah negeri. Sehingga tanggung jawab sekolah ia limpahkan ke pemerintah.

"Itulah cikal bakal SMPN 12 Dumai sekarang, saya tak merasa rugi karena saya sadar saya tak punya basic sekolah swasta, jadi supaya fasilitas lebih terjamin saya serahkan ke pemerintah saja," lanjutnya.

Cerita awal tertarik masuk PKS

Pada awal tahun 2005, Edi memutuskan masuk ke partai PKS karena melihat bagaimana kader PKS berjuang keras menjalankan tugas sosial di Aceh, saat bencana tsunami 26 Desember 2004 silam.

"Saya mulai cinta dengan PKS itu saat tsunami Aceh. Saya melihat kader PKS ini sangat luar biasa. Saat itu saya masih berkuliah 2005 di STAI. Saya langsung cari kantor PKS di kota," tuturnya.

Akhirnya, ia mendapatkan informasi keberadaan kantor PKS, dan mendaftarkan diri sebagai kader. Waktu itu, itu langsung diberi jabatan sebagai Ketua Ranting di kampungnya, hingga sekarang diberi amanah menjabat di Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PKS Dumai.

"Alhamdulillah Istiqomah sampai sekarang," tegasnya.

Cerita dibalik nama Sepen

Edi mengakui namanya cukup unik karena hanya dia satu-satunya yang memiliki nama belakang sepen. Meskipun saat itu ia memiliki marga, yakni marga Panggabean, turunan dari ayahnya.

Nama Sepen sendiri berasal dari bahasa inggris "seven" yang artinya tujuh. Nama itu diberikan karena ia merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara.

"Karena namanya unik, guru-guru dan teman sekolah memanggil saya dengan sebutan Sepen, bukan Edi," pungkasnya.

Alasan maju Calon Walikota

Pria kelahiran 17 Maret 1968 ini mengaku sudah menjalani berbagai segmentasi kehidupan, sehingga ia memahami bagaimana kondisi masyarakat yang ada di bawah sehingga ia menilai banyak sekali PR yang harus dituntaskan pemerintah.

"Hampir semua segmentasi kehidupan sudah saya rasakan, bagaimana sulitnya mengelola swasta dengan segala keterbatasannya, keluhan petani, saya dengar persis semua dan saya alami sendiri makanya saya mengerti apa yang diinginkan masyarakat," katanya.

Selama ini, ujar Edi, ia membantu masyarakat dengan segala yang ia punya. Bahkan mobil Terios-nya diberi julukan mobil seribu tangan karena ia tak pernah menolak ketika ada masyarakat yang ingin meminjam mobilnya untuk tujuan berobat ke Kota Dumai atau bahkan ke Pekanbaru.

GoRiau Edi Sepen saat menjemput aspir
Edi Sepen saat menjemput aspirasi masyarakat.

"Kalau Rumah Sakit bisa dicek CCTV-nya, mungkin mobil saya yang paling sering hilir mudik. Saya paham kondisi masyarakat, makanya kadang mobil itu saya pinjamkan saja, begitu juga mobil ambulance saya," pungkasnya.

Kondisi infrastruktur di kampungnya juga menjadi alasan kuat Edi maju sebagai Calon Walikota Dumai, apalagi jika musim penghujan, masyarakat harus melansir buah sawit karena kondisi jalan yang tak bisa dilewati truk.

"Kalau sudah hujan, buah sawit harus diansir, keluar lagi biaya tambahan. Kita ini sudah puluhan tahun merdeka tapi kenapa kondisi masih begini. Saya hidup diantara mereka, saya terus mendengar hal-hal seperti ini," tuturnya.

GoRiau Baliho Edi Sepen di salah satu
Baliho Edi Sepen di salah satu titik di Kota Dumai.

Kemudian, masyarakat perkampungan juga mengeluhkan sulitnya mengakses birokrasi pemerintahan, yang paling krusial adalah sulitnya mengurus KTP di Disdukcapil.

Atas dasar itulah Edi mengusung tagline "Membangun Aksesibilitas dan Membangun Kemudhan", sayangnya oleh sejumlah temannya tagline itu sulit dicerna masyarakat.

Akhirnya, ia mengganti tagline-nya menjadi "Mudah Urusannya, Sejahtera Rakyatnya".

GoRiau Edi Sepen saat menerima SK duk
Edi Sepen saat menerima SK dukungan dari PAN, diserahkan langsung oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan.

"Kesempatan itu ada sekarang, makanya saya langsung tangkap. Dan Alhamdulillah saya sudah diberi restu oleh PKS dan PAN melaju di Pilwako, mendampingi pak Zainal Abidin," tutupnya. ***