JAKARTA -- Sekitar 2 juta orang buruh di Tanah Air melakukan aksi mogok kerja nasional selama tiga hari sebagai bentuk penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja. Mogok nasional jutaan buruh itu digelar Selasa hingga Kamis (6-8/10/2020). 

Dikutip dari detikcom, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, usai mogok nasional, pihak buruh akan melanjutkan aksi bergelombang yang lebih besar.

''Akan ada aksi bergelombang lagi setelah aksi mogok kerja nasional. Pokoknya aksi secara konstitusional, dan tidak melanggar protokol Covid-19,'' ujar Said kepada detikcom, Selasa (6/10/2020).

Dituturkan Said, aksi dilakukan untuk memberikan tekanan ke pemerintah agar membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI.

Dia menilai UU tersebut memberikan masa depan suram bagi buruh dengan perlindungan kerja yang makin minim.

''Kami mau berikan tekanan, karena UU ini menekan kami secara struktural. Dengan UU ini masa depan suram, tak ada perlindungan yang minimal,'' kata Said.

Said mengatakan aksi mogok kerja nasional akan diikuti oleh 2 juta buruh. Mereka berasal dari berbagai perusahaan yang tersebar di 25 provinsi dari hampir 10 ribu perusahaan berbagai sektor industri di Indonesia.

''KSPI dan buruh Indonesia beserta 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan akan mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. Mogok Nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh,'' kata Said.

Sebagai aksi mogok nasional, buruh yang tersebar di daerah akan setop produksi dari jam 06.00-18.00 WIB di lingkungan pabrik masing-masing.

''Sekitar 2 juta buruh setop produksi dari jam 06.00-18.00 WIB di lingkungan pabrik masing masing sesuai UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,'' ujar Said

Bila aksi tak juga digubris, Said menyebutkan buruh akan beralih ke jalur hukum. Buruh akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setidaknya ada dua judicial review yang akan diajukan buruh.

Yang pertama, judicial review uji formil. Menurut Said selama ini penetapan dan pembahasan UU Cipta Kerja terkesan sembunyi-sembunyi dilakukan pemerintah dan DPR.

''Secara hukum pasti akan diambil langkah, yaitu judicial review ke MK, ada dua. Uji formil yang pertama, proses UU ini yang sembunyi-sembunyi, rapat yang sembunyi-sembunyi. Akan kami uji secara formil sehingga bisa batalkan seluruh UU kalau dikabulkan oleh MK,'' jelas Said.

Kemudian ada uji materil yang dilakukan pasal per pasal. Dia mengatakan akan mengajak berbagai pihak untuk melakukan peninjauan dari pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja.

''Yang kedua uji materi, tentu dilihat pasal per pasal. Makanya nanti akan melibatkan masyarakat sipil lain untuk bahas bukan cuma klaster ketenagakerjaan,'' ungkap Said.

''Nah proses di MK ini pasti akan diiringi dengan aksi-aksi konstitusional kaum buruh yang meluas,'' pungkasnya.***