SIAK - Badan Usaha Milik Kampung (Bumkam) Pangkalan Pisang dan Empang Pandan yang menggunakan anggaran untuk membuka pangkalan Liquid Petroleum Gas (LPG) menjadi sorotan warga. Sebab sudah setahun lebih, uang digunakan untuk usaha itu, namun hingga kini belum ada pangkalan seperti yang dimaksud pengurus Bumkam.

Bumkam Pangkalan Pisang sudah menghabiskan anggaran Rp 164 juta namun gas yang tersedia hanya 25 tabung. Itupun dititipkan di warung dan tidak diketahui sirkulasi keuangan terkait unit usaha tersebut oleh pihak pemerintah kampung.

Sementara Bumkam Empang Pandan telah menghabiskan anggaran Rp 60 juta pada 2020 lalu. Hingga saat ini, Selasa (8/6/2021), tabung gas yang mereka beli dengan dana sebanyak itu tak kunjung ada di Bumkam tersebut.

Penghulu Kampung Empang Pandan, Sony mengaku bingung untuk mengurai kronologi permasalahan itu. Ia mengaku Direktur Bumkam telah mentransfer dana hampir Rp 60 juta ke agen penyedia tabung gas, bernama Imam. Imam ini mengaku perwakilan PT Tirta penyedia tabung gas yang berkantor di Pekanbaru.

“ Ya, ditransfer Rp 50 juta lebih gitu, soal ga inget jumlah pastinya,” kata Sony kepada wartawan.

Sony tidak banyak memberikan keterangan. Namun ia mengaku bahwa anggaran yang digunakan adalah anggaran pengelolaan BUMKam tahun anggaran 2020. Sony menutup pembicaraan karena ia ragu membuka informasi ini kepada media.

Sementara pada Bumkam Pangkalan Pisang, anggaran mereka lesap sebanyak Rp 164 juta. Sebanyak Rp 150 juta bersumber dari Bankeu Pemprov Riau sementara Rp 14 juta lagi dari dana pengelolaan Bumkam tersebut. Direktur Bumkam Pangkalan Pisang ini adalah seorang politikus, yakni Amir yang kini menjabat sebagi Sekretaris DPC PPP Siak.

Dalam hal ini, Amir juga enggan memberikan penjelasan. Ia justru menyalahkan anggota Badan Permusyawaratan Kampung (Bapekam) setempat. Padahal substansi dari Bapekam untuk pemerintahan kampung adalah sebagai badan legislatif yang mempunyai sekurang-kurangnya 3 fungsi, yakni fungsi legislasi, budgeting dan kontroling. Bahkan Amir mengaku melaporkan anggota Bapekam itu ke Polres Siak karena merasa tertuduh menyelewengkan anggaran akibat proyek pangkalan LPG yang tak kunjung terjadi itu.

Penghulu Kampung Pangkalan Pisang, Budiyanto mengatakan, ia sebenarnya mengharapkan adan unit bisnis dari Bumkam. Sebab hingga saat ini fungsi BUMKam di tempatnya hanya sebagai usaha simpan pinjam.

“Misalnnya warga minjam Rp 2 juta nanti dikembalikan Rp 2,5 juta. Hanya seperti itu yang ada sampai saat ini,” kata Budiyanto. Menurut dia, pengelolaan dan pelaporan Bumkam harusnya transparan bagi pemerintah dan masyarakat. Dasar pengelolaan harus serba transparan dan terbuka sehingga ada mekanisme chek and balance baik oleh pemerintahan desa maupun masyarakat.

“Jika Bumkam dikelola dengan benar, kesejahteraan masyarakat akan cepat meningkat,” kata dia.

Menurut dia, harapannya tersebut jauh dari realita. Bumkam di kampung yang ia pimpin mendapat anggaran dari Pemprov Riau justru hilang begitu saja.

“Padahal Pemprov mentransfer uang Rp 150 juta ke rekening pemerintah kampung dan kami dari pihak kampung mentransfer uang itu ke Bumkam, Direktur Bumkam mengaku membelikan tabung gas sebanyak Rp 164 juta, ini juga belum jelas,” kata Budiyanto.

Ia memaparkan, pada 2019 Bumkam Pangkalan Pisang mendapat Bankeu dari provinsi Riau sebesar Rp 150 juta. Prosedur pencairan anggaran itu dari provinsi ke pemerintah kampung dan pemerintah kampung ke Bumkam. Peruntukan anggaran itu untuk membuat unit usaha oleh Bumkam yakni pangkalan gas.

“Ada saudara Imam datang ke saya mengaku dari PT Tirta, perusahaan yang mempunyai tabung gas. Imam ini datang ke saya juga atas petunjuk penghulu kampung Empang Pandan. Imam menjelaskan maksudnya bahwa ia bisa mengadakan tabung gas jika kampung kami mau buka usaha pangkalan gas tersebut,” kata Budiyanto.

Menurut Budiyanto, karena kegiatan itu merupakan kewenangan Derektur Bumkam, yakni Amir maka ia mempersilahkan Imam datang ke yang bersangkutan. Akhirnya Imam pun dipercaya oleh Amir untuk mengadakan tabung gas tersebut.

Dari 122 kampung yang ada di kabupaten Siak hampir semuanya mendirikan BUMKam. Hampir semuanya pula tidak mempunyai unit usaha yang ril sebagaimana yang diharapkan. Rata-rata BUMKam di kabupaten Siak hanya sebagai tempat simpan pinjam bagi masyarakat. ***