JAKARTA -- Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menilai pemerintah memutarbalikkan narasi terkait penolakan masyarakat terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja.

BEM SI membantah tudingan pemerintah bahwa gelombang protes massa dilatarbelakangi oleh hoaks dan disinformasi, seperti yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo. Bahkan menuding disponsori pihak tertentu, seperti dituduhkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Dikutip dari kompas.com, menurut Aliansi BEM SI, justru pemerintah yang menjadi biang keladi seandainya terdapat disinformasi tentang UU Cipta Kerja, lantaran membahas UU itu sembunyi-sembunyi.

''Pemerintah dan lembaga kesayangannya (DPR), mengesahkan UU 'siluman', karena draf final pun tidak tersedia untuk diakses publik,'' kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian melalui keterangan tertulis, Senin (12/10/2020).

''(Pemerintah) menyampaikan dengan lugas, jika kita yang berdemonstrasi termakan hoaks dan disinformasi. Hal yang sembrono bila menyatakan demikian. Penolakan digaungkan serentak di berbagai wilayah, dan juga disuarakan akademisi, LSM, NGO, buruh, mahasiswa, serta elemen masyarakat lainnya,'' jelasnya.

Aliansi BEM SI beranggapan, pemerintah justru membuat keresahan baru di tengah masyarakat dengan tuduhan-tuduhan tersebut.

Padahal, pemerintah semestinya mengemban tanggung jawab untuk transparan dan terbuka ketika membahas UU Cipta Kerja, bukan menutup-nutupinya dari publik.

''Pemerintah lah yang menciptakan kebohongan serta membuat disinformasi yang sesungguhnya di mata publik,'' ujar Remy.

''Karena masyarakat tidak diberikan ruang untuk mengakses informasi mengenai UU Cipta Kerja yang telah disahkan,'' lanjutnya.

Aliansi BEM SI menyatakan tetap pada sikapnya menolak UU Cipta Kerja.

Mereka mengklaim tetap akan mendesak agar UU Cipta Kerja dapat dibatalkan, dengan mendesak Presiden Jokowi menerbitkan Perppu.

''Kami Aliansi BEM SI menegaskan dan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menanamkan niat dan usaha yang kuat, bahwasanya kita belum kalah,'' ungkap Remy.

''Eskalasi gerakan mahasiswa dan masyarakat dibangun tidak hanya terbatas pada tanggal 8 Oktober saja, tetapi narasi perjuangan penolakan akan terus kami gaungkan sampai Pemerintah RI dalam hal ini Presiden mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja,'' katanya.

Versi Terbaru

Sebagai informasi, pada Senin (12/10/2020), beredar draf Undang-Undang Cipta Kerja dengan versi terbaru. Kali ini, terdapat draf berjumlah 1.035 halaman.

Di halaman terakhir, terdapat kolom untuk tanda tangan pimpinan DPR Aziz Syamsuddin.

Menariknya, draf ini beredar di kalangan akademisi dan wartawan dengan nama penyimpanan ''RUU CIPTA KERJA - KIRIM KE PRESIDEN.pdf''.

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti mengenai sumber awal draf RUU Cipta Kerja versi terbaru ini. Belum ada tanggapan atau konfirmasi dari pimpinan DPR atau Baleg DPR mengenai versi terbaru RUU Cipta Kerja itu.

Sejumlah versi yang berbeda itu membuat draf final RUU Cipta Kerja semakin simpang siur. Apalagi, belum ada draf final RUU Cipta Kerja yang bisa diakses publik di saluran resmi.

Sebelumnya, memang diungkapkan bahwa belum ada draf final RUU Cipta Kerja. Lantas, dokumen mana yang disahkan DPR?

Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo pada Kamis (8/10/2020) menyatakan, DPR masih melakukan penyempurnaan terhadap draf RUU Cipta Kerja.

Ia pun mengatakan, draf yang beredar belum final dan khawatir orang terprovokasi karena naskah tersebut.

''Artinya, bahwa memang draf ini dibahas tidak sekaligus final, itu masih ada proses-proses yang memang secara tahap bertahap itu kan ada penyempurnaan,'' kata Firman.***