SANTAI dan sederhana, itulah gambaran sederhana untuk melukiskan seorang pria bernama Marlis Syarif, meski memiliki jabatan yang cukup ternama karena menjadi Camat di daerah yang banyak perusahaan internasional, namun ayah dari dua orang anak ini selalu membawa diri seperti masyarakat biasa.

Menjadi camat di kecamatan yang paling sibuk di Inhil, Marlis Syarif tetap tidak lupa dengan orang-orang disekitarnya. Ketika hari libur atau selesai jam kerja, pria yang lahir di Rengat pada 10 Maret 1964 itu kerap mengajak siapa saja yang dikenalnya untuk mengobrol dan bertukar pendapat.

Lahir dari pasangan M Syarif (alm) dan Fatimah (alm), pria yang hobi membaca ini sudah menjadi Camat di Kecamatan Kateman sejak April 2015 lalu.

Ditemani sang istri, Emmy Br Sembiring yang bekerja sebagai KTU RSU Raja Musa Sungai Guntung, Marlis menghabiskan hari-harinya di Kelurahan Tagaraja atau masyarakat lebih mengenal dengan nama Guntung.

Memiliki dua orang anak, Vioni Izzati Karmelin dan Vicky Aginta Setiawan, Marlis ternyata sangat suka ikut balapan sepeda motor, namun, ia harus mengubur hobinya itu saat pernah mengalami kecelakaan di Kabupaten Inhu.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/01012017/c1jpg-5463.jpg

''Ada pertandingan cross tahun 1994 di Air Molek Inhu, saat itu saya ikut. Namun terjadi kecelakaan dan saya sampai dirawat, sejak hari itu saya tobat ikut balapan, sekarang naik sepeda motor saja masih ada rasa trauma,'' cerita Marlis secara khusus kepada GoRiau.com.

Pernah Putus Asa karena Gagal Menyelesaikan Kuliah

Lahir dari orangtua yang cukup berada, Marlis Syarif memulai pendidikan di SDN 007 Tembilahan, setelah lulus, ia meneruskan sekolah ke SMPN 1 Tembilahan. Lulus dari sekolah tersebut, Marlis kemudian merantau ke Pekanbaru dan sekolah di SMA 6, namun baru dua tahun di sana, ia kemudian kembali ke Tembilahan dan masuk ke SMAN 1 Tembilahan.

Tahun 1982, pria yang akrab disapa Ogut ini pun langsung melanjutkan kuliah di Akademi Tekhnologi Industri Padang, namun keberhasilan seperti tidak berpihak padanya, setelah dua setengah tahun tidak mencapai hasil, ia pun tidak bisa melanjutkan kuliah.

Karena tidak selesai kuliah, ia pun mulai putus asa dan kembali ke Tembilahan. Saat itu tahun 1985, karena dalam kondisi yang tidak menentu itu, anak ketiga dari delapan bersaudara itupun memilih berjualan mie rebus dan ikut membantu Mak Udo membuat dan membungkus tapai ubi dengan harga jual seratus rupiah per tiga bungkus.

Tidak berlangsung lama, tahun 1986, awan hitam yang berada di sekitar pria yang menerima Satyalancana Karya Satya 20 tahun itu pun mulai menjauh, dimana saat itu, dr Rusdi M Nur yang pada waktu itu adalah Kepala Dinas Kesehatan Inhil mengajak pria berdarah melayu itu untuk ikut tes menjadi pembantu perawat (saat itu namanya Pekarya kesehatan).

Mendapatkan tawaran itu, pria yang aktif di berbagai organisasi baik saat kuliah maupun selesai kuliah itupun mencoba mengikuti tes tersebut, akhirnya dari 216 peserta, dirinya menempati urutan 3 besar dan menjadi salah satu dari 16 orang yang lulus dari Kabupaten Inhil.

Setelah lulus, Marlis pun mengikuti pendidikan Pekarya Kesehatan di Rengat, setelah selesai pendidikan, ia pun langsung diangkat jadi CPNS pada April 1987.

Sempat jadi tukang sapu dan pel di rumah sakit

Setelah diangkat menjadi CPNS, menjelang SK PNS keluar, Marlis pun membantu berbagai pekerjaan di RSUD Puri Husada Tembilahan, dari menyapu dan mengepel, membersihkan alat- alat, hingga membantu dokter.

Saat membantu pekerjaan itulah ia bertemu dengan pujaan hatinya, lalu mengikrarkan janji suci pada 8 Juli 1988.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/01012017/mbakvoni(8-5462.jpg

Setelah membantu berbagai pekerjaan di RSUD Puri Husada, Marlis pun dipercaya untuk mengabdi ke masyarakat di PuskesmasPembantu Pekanarba.

Dari tempat itulah, karir dirinya sedikit demi sedikit mulai membaik, dari menjadi Kaur Kepegawaian di Dinas Kesehatan Inhil pada 2001, Kasi Operasional dan Penertiban di Satpol PP Inhil tahun 2006, Sekretaris Kecamatan Teluk Belengkong tahun 2013, Camat Teluk Belengkong tahun 2015 dan kini menjadi Camat Kateman.

Meski pernah gagal melanjutkan kuliah, kini Marlis telah menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang Strata 2. Marlis menyelesaikan S1 Administrasi Negara tahun 2001 di Unilak Pekanbaru dan S2 Ilmu Hukum di UIR tahun 2016.

''Saya tidak pernah bermimpi jadi camat, cita-cita saya menjadi guru. Sampai sekarang pun keinginan itu masih ada,'' tukas Marlis Syarif. ***