JAKARTA - Pemerintah telah menyosialisasikan kembali draf RKUHP lama yang pada September 2019 lalu batal disahkan. MenkumHAM Yasonna Laoly mengaku pada DPR bahwa sosialisasi itu berbuah respons positif piblik.

"Bahwa ada perbedaan pendapat, itu adalah sesuatu hal yang lumrah," kata menteri yang separtai dengan Presiden Jokowi itu dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (9/6/2021).

Terkait sosialisasi ulang RUU kontroversial ini, Tenaga Ahli Utama KSP, Ade Irfan Pulungan mengatakan dalam lansiran Kompas, "Semua sudah mengikuti apa yang disampaikan presiden arahannya,".

Irfan mengklaim, RKUHP disusun dengan mempertimbangkan aspirasi publik, sebagaimana arahan Jokowi pada September 2019 lalu.

Sementara itu, perwakilan aliansi sekaligus Ketua Bidang Advokasi YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Muhammad Isnur mengatakan, pihaknya mencatat mencatat ada 11 kegiatan sosialisasi; di Medan pada 23 Februari 2021, Semarang pada 4 Maret 2021, Bali pada 12 Maret 2021, Yogyakarta pada 18 Maret 2021, Ambon pada 26 Maret 2021, Makassar pada 7 April 2021, Padang pada 12 April 2021, Banjarmasin pada 20 April 2021, Surabaya pada 3 Mei 2021, Lombok pada 27 Mei 2021 dan Manado pada 3 Juni 2021. Dari 11 kota tersebut, pemerintah hanya intensif menyebarkan lima materi yang sama di setiap kota.

Namun obyek utama dari sosialisasi tersebut yakni draf RKUHP baru diberikan aksesnya hanya kepada peserta sosialisasi di Manado. Padahal, draf tersebut seharusnya dapat diakses melalui Kemenkumham maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Baik berupa offline maupun online lewat website yang bisa mudah diakses masyarakat, sesuai amanat Pasal 96 ayat (4) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Isnur pun membeberkan pasal-pasal kontroversial dalam RKUHP itu. Ia mengatakan, Pasal bermasalah itu antara lain penghinaan presiden dan pemerintah, pasal hukum yang hidup di masyarakat, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, kohabitasi, penggelandangan, aborsi, dan tindak pidana korupsi.

Selanjutnya, contempt of court, makar, kriminalisasi penghinaan yang eksesif, tindak pidana terhadap agama, rumusan tindak pencabulan yang diskriminatif, tindak pidana narkotika dan pelanggaran HAM berat.***