SUDAH lebih kurang dua bulan pandemi Covid-19 hadir di Indonesia. Tiada hari tanpa berita virus tersebut, baik berupa komentar, imbauan, opini maupun kritik. Begitu hebohnya pemberitaan, teringatlah saya kalimat orang bijak mengatakan: ''Bicaralah anda, kami akan tahu siapa anda''.

Dengan demikian, saya memberanikan diri pula mengomentari kehebohan berita tentang Covid-19 tersebut. Bagaimanapun kondisi, apakah gawat, darurat dan mematikan atau dalam keadaan normal, tetap saja terselip hobi atau watak seseorang dalam penyampaian pendapatnya.

Kita tahu banyak hobi yang melekat pada diri seseorang, seperti olahraga dan seni. Namun ada pula hobi yang menarik untuk kita sebut yaitu: Pertama, hobi memfitnah. Orang ini diyakini komentar-komentarnya atau tulisan-tulisannya bermuatan fitnah. Pintar mengolah informasi, malah mengada-ada dengan tujuan merugikan seseorang.

Kedua, hobi mencari panggung. Diyakini orang ini jika ada kesempatan bicara apalagi masuk televisi bicaranya menonjolkan diri, pencitraan bahwa dia orang ''hebat''.

Ketiga, hobi ''ngambek''. Orang yang jabatannya diputus atau ditarik karena sesuatu, lantas marah dan ngambek. Semula kawan sekarang jadi lawan. Nada bicaranya bernuansa balas dendam. Tak mengenal rasa syukur dan berterima kasih.

Keempat, hobi suka menilai-nilai seseorang. Apalagi ia pernah memimpin di tempat yang sama. Diyakini komentar-komentarnya bernada meremehkan dan menyalahkan seolah-olah dia lebih baik, itu dibicarakannya di depan umum atau media.

Kelima, hobi menentang pemerintah dan asal beda. Apabila sudah pensiun, dan penyakit post power tiba langsung jadi oposisi, karena tak dipakai lagi. Maunya walau sudah pensiun, ingin dipakai terus. Dia tidak ngambek, tapi mengkritik terus pemerintah secara terbuka. Orang ini tak mengenal kepantasan dan kepatutan, padahal ketika dia berkuasa produktivitasnya standar-standar saja, tak ada yang menonjol.

Di samping hobi juga ada spesialis kritik. Ada perorangan ada juga berbentuk lembaga. Yang kerjanya tak jelas, kecuali mengkritik. Tiada hari tanpa kritik sedangkan produktivitasnya nol, hanya modal sok tahu. Bobot kritiknyapun rendah, malah sering hanya mengulang yang sudah disampaikan orang lain dan tidak ada solusi. Tentu masih banyak lagi hobi-hobi yang lain. Silakan ditambahkan.

Kelima hobi yang kita sebut di atas, banyak diperankan oleh elite politik, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Tak ketinggalan akademisi maupun ulama sekalipun.

Ketika virus corona pandemi dan mendunia, sekaligus merupakan momen yang tepat berkomentar dan disinilah hobi-hobi yang kita sebut di atas menampakkan diri. Ada contoh yang cukup ekstrim di mana mantan elite politik maupun akademisi meng ''MK'' kan Perpu Corona. Sudah tak membantu dengan aksi nyata (sumbangan materil) malah melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Orang ini diyakini tak punya rasa malu lagi, sudah tebal muka atau muka tembok. Kira-kira orang ini termasuk hobi nomor berapa ya?

Alangkah indahnya jika hobi-hobi yang cenderung negatif itu disimpan dulu dan kita bersama-sama bersatu, kompak menghadapi wabah corona yang mematikan ini, sekaligus menolong sahabat- sahabat kita yang terpapar virus tersebut dengan aksi nyata.

Mari kita berdoa kepada Allah dan disiplin mematuhi imbauan pemerintah, insya Allah wabah ini cepat berlalu.

Kita akhiri dengan mengulang pesan tulisan ini yaitu: Dalam kondisi bagaimanapun jika ada kesempatan bicara dan berkomentar, otomatis akan ditempel oleh hobi masing-masing.

Terima kasih pemerintah, terima kasih tim medis.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah dosen dan Ketua Dewan Pembina IKMR Provinsi Riau.