PEKANBARU, GORIAU.COM - Pihak PT Chevron Pacific Indonesia menyatakan unjuk rasa penaikan upah minimum serikat pekerja/buruh minyak dan gas bumi yang dilakukan massa tadi siang salah sasaran.

"Bukan-lah kewenangan Kontraktor Kontrak Kerja Sama maupun Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi," kata Manager Communications Chevron Pasific Indonesia (CPI), Tiva Permata lewan pesan elektroniknya yang disampaikan staf humas, Rintawati, Kamis malam (10/10/2013)

Pada umumnya, demikian Tiva, Chevron sangat menjunjung tinggi demokrasi dengan menghornati hak setiap warga negara untuk berekspresi dan berpendapat, sepanjang dilakukan dalam koridor hukum, tidak mengganggu aktivitas orang lain dan tidak bersifat anarkis.

Ungkapan Tiva itu merupakan tanggapan atas aksi unjuk rasa kalangan buruh sektor migas yang menuntut penaikan Upah Minimum Serikat Pekerja (UMSP) Migas Riau.

Massa yang tergabung dalam berbagai organisasi buruh tersebut menggelar aksinya di depan Kantor CPI yang berada di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, dan dilanjutkan ke Kantor SKK Migas yang berada di Gedung Surya Dumai, Pekanbaru, siang tadi.

Tiva menjelaskan, bahwa sesungguhnya CPI sangat memahami keinginan semua pihak, terutama para pekerja agar UMSP sektor migas di Provinsi Riau segera diterapkan. "Kami sangat menyadari ketenangan dan suasana kondusif sangat penting untuk kelancaran operasi dan keselamatan para pekerja. itu sebabnya, CPI berkomitmen untuk selalu mematuhi  semua peraturan dan perundang-undangan. Terlebih yang menyangkut kemaslahatan pekerja yang secara langsung mendukung produksi migas nasional di Provinsi Riau pada umumnya dan di operasi CPI khususnya," kata dia.

Tiva menjelaskan, Peraturan Gubernur Riau No. 24 Tahun 2013 berlaku bagi seluruh perusahaan yang menjalankan usaha dan/atau mempekerjakan tenaga kerja di sektor migas di provinsi Riau.

Hal ini berarti, demikian Tiva, bahwa kewajiban untuk melaksanakan dan memastikan pemenuhan ketentuan penyesuaian upah minimum tersebut untuk pekerja ada pada perusahaannya masing-masing.

Itu menurut dia juga sejalan dengan konsep hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerjanya dan peraturan-peraturan di bidang ketenagakerjaan pada umumnya. "Namun dalam hal UMSP, CPI atau SKK Migas bukanlah pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan kapan dan bagaimana kewajiban hukum tersebut harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan mitra kerjanya," katanya.

Meskipun demikian, kata Tiva, sebagai bentuk kepedulian CPI telah menghimbau para mitra kerjanya untuk mentaati peraturan ini.

Meskipun tanpa kewajiban kontraktual maupun hukum, kata dia, CPI telah berkoordinasi dengan SKK Migas membuka kesempatan kepada para mitra kerja untuk mengajukan permohonan penyesuaian nilai kontrak untuk mengakomodasi penyesuaian upah minimum kepada para pekerjanya yang berhak.

 

Sejak beberapa bulan terakhir, kata dia, CPI telah melakukan pengkajian, verifikasi dan klarifikasi terhadap  permohonan-permohonan penyesuaian nilai kontrak tersebut.

Hal ini kata Tiva merupakan wujud semangat kemitraan dan itikad baik perusahaan untuk membantu kelangsungan usaha para mitra kerjanya melaksanakan kewajibannya.

"Proses penyesuaian nilai kontrak tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan kapan para mitra kerja CPI harus melakukan penyesuaian upah bagi para pekerjanya," katanya.

Upaya-upaya untuk mendalilkan bahwa penyesuaian upah minimum menurut Tiva, baru akan dilakukan jika kontraknya telah disesuaikan dan dibayarkan oleh CPI adalah hal yang sama sekali tidak dapat diterima dan tidak memiliki landasan hukum.(fzr)