PEKANBARU – Sekretaris Fraksi PKB DPRD Riau, Sugianto, menduga ada kelalaian yang disengaja oleh oleh PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) dan SKK Migas dalam penetapan harga 'cost recovery'. Kelalaian ini dinilainya merugikan negara, dan harus didalami oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

Sebagaimana diketahui, Menteri LHK telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Status Telah Selesainya Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 (SSPLT) dari tahun 2015- 2021 sebanyak 168 lokasi, yang mencakup luasan 3,3 juta M2 dan volume tanah terkontaminasi minyak bumi (TTM) sebanyak 3,1 juta Ton.

Lokasi-lokasi yang mendapat SSPLT tersebut sebagian besar berada di lahan masyarakat, yang bukan lokasi yang diizinkan kepada PT. CPI untuk mengelola atau membuang limbahnya.

Sehingga, Sugianto menduga itu merupakan lokasi-lokasi dumping limbah ilegal yang dilakukan PT CPI selaku Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) di Blok Rokan.

Biaya untuk pemulihan lingkungan hidup tersebut diajukan oleh PT. CPI dan disetujui oleh SKK Migas sebagai biaya operasi produksi yang di-recovery, atau dikembalikan kepada PT CPI dalam perhitungan dana bagi hasil.

Padahal, jelas Sugianto, operasi perminyakan adalah kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan sampai dengan titik penyerahan, penutupan dan peninggalan sumur (plug and abandonmen) serta pemulihan bekas penambangan (site restoration) Minyak dan Gas Bumi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi.

"Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan bahwa pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik," katanya.

Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan, antara lain tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan

"Sesuai UU No 32 Tahun 2009 Tentang PPLH pada Pasal 2, bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan 'asas pencemar membayar' yaitu bahwa setiap penanggungjawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan," tutupnya. ***