JAKARTA - Sidang Tahunan MPR RI 2019, resmi dibuka oleh Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan pada pukul 08.37 WIB, Jumat (16/8/2019) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta.

Dalam sidang yang dihadiri Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana itu, Zulkifli Hasan juga sempat menyinggung berbagai permesalahan bangsa.

Untuk diketahui, Presiden Jokowi sendiri tiba di Ruang Rapat Paripurna 1 pukul 07.50 WIB. Kehadiran Jokowi disambut oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy, Ketua MPR Zulkifli Hasan, dan para pimpinan dewan lainnya.

Berikut Ini adalah pidato lengkap Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan saat membuka Sidang Tahunan MPR RI 2019:

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita sekalian, Yang Kami hormati, Presiden Republik Indonesia, Saudara Ir. H. Joko Widodo, beserta Ibu Hj. Iriana Joko Widodo. Wakil Presiden Republik Indonesia, Saudara Drs. H.M. Jusuf Kalla beserta Ibu Hj. Mufidah Jusuf Kalla. Yang Saya hormati, Presiden Republik Indonesia Kelima, Ibu Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri. Wakil Presiden Republik Indonesia Keenam, Bapak Jenderal TNI Try Sutrisno. Wakil Presiden Republik Indonesia Kesembilan, Bapak Dr. H.Hamzah Haz, MA. Ph.D. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Saudara H. Bambang Soesatyo, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Saudara DR. HC. Oesman Sapta (sekaligus juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, dari Kelompok DPD).

Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, sebagai insan yang beriman, marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Waa Ta‘ala, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kita semua diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menjalankan tugas konstitusional kita masing-masing, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Sidang Tahunan dalam rangka memfasilitasi lembaga-lembaga negara menyampaikan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat telah dimulai sejak tahun 2015, dan sekarang memasuki pelaksanaan kelima kalinya. Sebagai sebuah agenda kenegaraan,Sidang Tahunan ini telah menjadi tradisi ketatanegaraan yang baik.

Kami atas nama Pimpinan dan Anggota MPR mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia serta Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara atas kehadirannya dalam Sidang Tahunan ini di tengah rutinitas dan kesibukannya menjalankan tugas konstitusional masing-masing.Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, Menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-74 yang akan kita peringati bersama esok hari, sudah sepantasnya kita mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhanahu Waa Ta‘ala, Tuhan Yang MahaKuasa, karena sampai detik ini kita masih bisa berdiri tegak sebagai suatu bangsa yang berdaulat. Melalui tempat ini, kami mengucapkan Dirgahayu Indonesia ke-74, Merdeka… Merdeka… Merdeka!.

Cita-cita Indonesia Merdeka sebagaimana ditegaskan di dalam Alinea Kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan tujuan Indonesia Merdeka, yang sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah Negara Indonesia, sebagaimana ditegaskan di dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Janji-janji kebangsaan yang tidak ringan itu, Insya Allah dapat kita tunaikan apabila kita memiliki sumber daya manusia unggul yang ditopang oleh optimisme yang tinggi, memiliki kesadaran dan komitmen seluruh komponen bangsa untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional, saling bahu membahu, bergotong royong, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Tepatlah kiranya jika tema Peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-74 adalah SDM Unggul, Indonesia Maju.

Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, MPR adalah lembaga negara, lembaga demokrasi dan lembaga permusyawaratan yang menjalankan mandat rakyat berdasarkan konstitusi. Wewenang yang dimandatkan sungguhlah mulia, karena terkait pengaturan hukum dasar negara, yaitu mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, sehingga MPR disebut sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan tertinggi.

Pemberian kewenangan tersebut sejalan dengan ruh yang di sematkan ke dalam MPR, yakni ruh kedaulatan rakyat. Spirit ini lah yang kemudian dituangkan dalam Visi MPR sebagai Rumah Kebangsaan, Pengawal Ideologi dan Kedaulatan Rakyat. Sebagai rumah kebangsaan, pengawal ideologi dan kedaulatan rakyat, MPR merupakan representasi dari daulat rakyat yang menjembatani berbagai aspirasi masyarakat dan daerah yang mengedepankan etika politik kebangsaan, dengan selalu berusaha menciptakan suasana harmonis antar kekuatan sosial politik dan antar kelompok kepentingan untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara.

Bukti nyata tampak pada saat berlangsungnya Pemilihan Umum Serentak 2019, MPR tidak ikut larut dalam polarisasi kompetisi yang cukup memanas, khususnya dalam kontestasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, terus mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi kompetisi Pilpres, untuk tidak mengorbankan kepentingan persatuan bangsa hanya demi pemilu sebagai agenda rutin 5 (lima) tahunan. Dalam setiap aktifitasnya, MPR selalu mengingatkan kepada seluruh komponen bangsa bahwa dalam kehidupan demokratis memerlukan sikap dan tindakan saling menghormati. Aktifitas kenegaraan harus selalu mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjagakehormatan, serta martabat diri sebagai warga bangsa.

Alhamdulillah, Pemilu Serentak 2019 yang untuk pertama kalinya dilaksanakan, akhirnya dapat kita lalui bersama. Suksesnya penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 merupakan bukti bahwa Bangsa Indonesia telah semakin dewasa dalam berdemokrasi. Melalui sidang terhormat ini, MPR mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama menerima hasil Pemilihan Umum 2019 ini secara ikhlas. Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden haruslah dipahami sebagai kompetisi antar kita, antar saudara, antar sesama anak bangsa. Sehingga apa pun hasilnya, merupakan kemenangan kita semua sebagai bangsa Indonesia, karena pilihan politik boleh beda, tetapi merah putih kita sama, dan tetap akan sama untuk selamanya.

Mari kita rajut kembali Merah Putih. Kami atas nama Pimpinan dan Anggota MPR mengucapkan selamat kepada Bapak Joko Widodo dan Bapak Ma’ruf Amin yang telahterpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019 – 2024. Kepada Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiga Uno kami mengucapkan terima kasih atas sikap kenegarawanan yang telah bapak tunjukkan selama ini. Kami juga mendorong segenap pemimpin bangsa untuk memberikan pendidikan politik yang menjunjung tinggi etika, menunjukkan sikap kenegarawanan dengan tetap mengedepankan persatuan di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Dari meja Pimpinan, kami juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh penyelenggara pemilu, serta turut berduka cita atas wafatnya para petugas penyelenggara pemilu, pengawas pemilu maupun aparat keamanan sebagai pahlawan demokrasi Indonesia dan mendoakan agar pengabdiannya dihitung sebagai amal ibadah oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat yang mengemban visi sebagai Rumah Kebangsaan, Pengawal Ideologi dan Kedaulatan Rakyat, diberikan mandat khusus oleh Undang-Undang tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD, untuk memasyarakatkan Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR; mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan menyerap aspirasi masyarakat, daerah, dan lembaga negara berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

MPR mengambil peran sebagai lembaga pengawal ideologi bangsa, karena terjadi de-ideologisasi Pancasila pasca reformasi. Proses de-ideologisasi tersebut bisa dilihat dari bagaimana nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila-sila Pancasila kian hari terus tergerus dalam fenomena globalisasi, nilai-nilai individualisme, liberalisme, dan ekstrimisme seolah harus diterima sebagai standar nilai baru yang terbaik dalam pembangunan sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Bentuk de-ideologisasi Pancasila tersebut antara lain dengan dicabutnya P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan dibubarkannya BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Terakhir, dilakukan juga penghapusan mata pelajaran Pancasila dari mata pelajaran pokok di sekolah- sekolah dan perguruan tinggi.

Terlepas dari adanya pro dan kontra atas pelaksanaan penataran P4 di jaman Orde Baru, yang ternyata disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis penguasa waktu itu, namun kehadiran negara dan pemerintah untuk menyosialisasikan dan membina mental ideologi bangsa adalah suatu keniscayaan yang wajib dilaksanakan. Atas dasar ketidakhadiran negara dalam menyosialisasikan dan membina mental ideologi bangsa itulah, MPR berinisiatif melakukan upaya pemantapan mental dan ideologi bangsa, melalui kegiatan Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara, yang kemudian diubah menjadi Sosialisasi 4 Pilar MPR RI. Alhamdulillah, dalam perkembangannya pemerintah telah membentuk suatu badan khusus bernama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2018. Hal ini menunjukkan komitmen kuat Presiden Joko Widodo dalam menjaga ideologi bangsa.

Dengan demikian, ada 2 (dua) lembaga yang bertugas melakukan upaya pemantapan mental ideologi bangsa, yaitu MPR dan BPIP. Kolaborasi dan sinergitas antara MPR dan BPIP akan mengoptimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam mempertahankan ideologi bangsa. Segenap komponen bangsa harus memiliki keyakinan tentang kebenaran Pancasila, kemudian mempelajari, memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, Tugas melakukan penataan sistem ketatanegaraan, juga telah dilakukan MPR melalui Badan Pengkajian MPR dan Lembaga Pengkajian MPR. Melalui serangkaian diskusi dan penyerapan aspirasi masyarakat dengan berbagai kalangan, termasuk para pakar/akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat, telah dihasilkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh MPR periode 2019 – 2024. Salah satu rekomendasi yang telah mendapatkan kesepakatan bersama adalah perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN melalui perubahan terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Alasan utama perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN mengingat negara seluas dan sebesar Indonesia memerlukan haluan sebagai pemandu arah pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Haluan yang dimaksud disusun secara demokratis berbasis kedaulatan rakyat, disertai landasan hukum yang kuat.

Haluan itu menjadi peta jalan bagi seluruh komponen bangsa termasuk lembaga negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, Khusus mengenai keberhasilan pelaksanaan sosialisasi Empat Pilar, MPR berpendapat perlu dijaga keberlanjutannya agar keterpaparan masyarakat semakin luas, serta masyarakat terus meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan ke depannya kerjasama yang selama ini telah dilakukan antara MPR dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk melakukan pembudayaan Pancasila di segala lapisan masyarakat perlu untuk semakin diperkuat.

Dalam kerangka implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar, khususnya bagi penyelenggara negara, penting kiranya kita belajar dari kisah para Pendiri Bangsa yang memberi keteladanan bahwa memimpin adalah mengabdi, bukan sekedar jalan mencari kuasa. Pasca penetapan Bung Karno sebagai Presiden pertama dalam Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tanggal 18 Agustus 1945, Bung Karno pulang berjalan kaki. Santapan berbuka puasanya adalah sate ayam yang dibelinya sendiri di pinggir jalan dari seorang pedagang tanpa pakaian atas, alias bertelanjang dada. H. Agus Salim sampai meninggal dunia tetap berstatus ‘kontraktor’. Kediamannya berupa rumah sempit di gang sempit pula masih berstatus sewa ketika beliau wafat. Kasur gulung, ruang makan, dapur, dan tempat menerima tamu di rumah kontrakannya bersatu dalam satu ruangan besar. Nasi goreng kecap mentega menjadi menu favorit, khususnya ketika sedang tidak ada makanan lain yang lebih bergizi, dan tidak ada uang.

Hal serupa juga dilakukan Bung Hatta, sesaat setelah berhenti dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. Bung Hatta menolak menerima uang Rp 6 juta yang merupakan sisa dana nonbujeter untuk keperluan operasional dirinya selama menjabat Wakil Presiden. Itulah sepenggal kisah para Pendiri Bangsa yang akan terus hidup di tengah-tengah masyarakat dan patut kita teladani. Sidang Majelis dan hadirin yang kami muliakan, Selanjutnya marilah kita bersama-sama menyimak dan mendengarkan dengan seksama, Pidato Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Tahunan MPR 2019, kepada Presiden Republik Indonesia Saudara Joko Widodo dengan hormat kami persilakan.***